Senin, 03 Februari 2014

“Hei, bisakah kau diam  tak mengoceh sedikit pun? Bisakah? Aku muak denganmu!”
“Heei, perlukah berulang kali aku katakan diam!”
“Apakah kau tuli? Diaaam! Ku  Bilang!”
“Ku mohon, diam dan jangan menggodaku!”
“Persetan!”
“Okee, baik!” mulutku sudah berbusa. Lidahku sudah pegal tak karuan, tenggorakanku pun sudah merintih kesakitan, rasanya urat ini akan putus.
Tanpa dia berkicau, aku akan tetap menghampirinya. Dia tak meminta, aku akan menuju padanya. Bagaimanapun, secerewet apapun, dia adalah lembaran kisah cintaku. Tak akan, aku tega membakar dan membuangnya begitu saja.

Dia sama setianya dengan Readi. Sepedaku yang sangat setianya menemaniku kemanapun. Menamaniku menuju PKM B lantai 2, aku memakirkannya dengan sangat hati-hati, tak ingin dia lecet sedikitpun.

Begitupun perlakuanku untuknya, aku tak ingin dia terluka menganga, aku tak sudi jika dia robek, aku sangat mencintainya, sama dengan aku mencintai diriku sendiri. Karena pada tiga tahun yang lalu aku dan dirinya telah berikran untuk selalu bersama, bahkan hingga aku mendapatkan gelar S.Pd aku akan setia untuknya. Ikrar itu telah terukir kuat di bilik-bilik hati ini, dan tidak ada orang yang sanggup menghapusnya.

Bentakan tadi? Ah itu adalah ungkapan sayangku padanya. Bukankah rasa sayang tidak selalu ditunjukkan dengan rabaan halus, perkataan lembut, senyum manis, perhatian lebih. Ya mungkin aku harus banyak belajar bagaimana menunjukkan rasa sayangku padanya. Adakah yang mau mengajariku? Tapi, tak usah aku rasa. Karena cinta yang akan memberiku pelajaran secara langsung padaku.

Semester 1, dia menyambutku. Teriakannya membuatku terposana. Suara microphone menggema di panggung aula terbuka. Gemanya bertahan hingga sekarang, meresonansi jiwaku. Hingga pikiranku selalu penuh olehnya. Dia ajaib, sungguh ajaib. berkenalan di stand, dan membujukku untuk bersamanya, dia bilang “Skripsimu pasti lancar!” aku mengangguk iya, dan dari sana aku sudah berjanji untuk bersamanya.

Semester 2 aku harus jauh darinya, ini adalah hal yang sungguh menyakitkan. Tapi bisikannya “Nis, tetaplah menulis!” menjadi semangatku dimanapun aku berada, ucapannya selalu menjadi bensin untuk mesin semangatku. Memang sakit harus berada jauh dari yang kita cintai, tapi dari jarak itulah aku belajar menyimpan rindu baik-baik, dan membukanya suatu saat nanti dengan penuh rasa sayang.

Semester 3, rasa ini semakin sakit. Ketika dia bersama yang lain, aku hanya mengagguminya. Rasa rindu itu sungguh membuncah, tak sanggup aku ingin terus bersamanya. Menjadi saksi kesuksesanya, di rancah Banten, Nasional, bahkan Internasional. “Tapi maafkan aku, aku sudah dipinang duluan oleh mereka, hingga kau harus bersamanya. Tapi tentu kau paham bukan? Bahwa aku sungguh menyayangimu.”  Hingga semester 4 pun aku menjadi orang penyakitan, karena bersemester lamanya aku harus menahan rindu.

Kau tahu, bahwa rindu itu bagaikan menunggu berwindu-windu? Aku hanya bisa menyesali, mengapa aku tak lebih bisa menguatkan pendapatku, alasanku untuk berada di sampingnya. Mengapa begitu mudahnya aku mengangguk, dan mengatak “Iya” bersama dengan mereka. Tapi dari jauh dia, tersenyum. Aku bisa membaca dari senyumanmu itu, senyumannya bilang padaku ‘kau, akan kesini, di sampingku nanti!’. “Siapa yang menjamin hai kamu? Buktinya semester 1 hingga 4 kita tak pernah bersama bukan? Aku hanya selalu ingat apa bisikanmu itu ‘Menulis!’ “

Di bulan Januari tahun 2013 aku mendapat pesan dari seseorang. Sebuah pesan singkat di HP nokia hitamku. Isinya, aku harus bersamanya!  Dan akupun paham ketika aku harus membersamainya. Aku harus pandai dengannya. Aku harus mengatur dirinya, aku harus sabar selama setahun untk mengurus keperluannya, aku juga harus mengajak orang banyak yang menyukainya, dan akupun harus menularkan bisikannya itu ‘menulis!’  “tapi, kau sudah tahu bukan? Bahwa aku lebih berat di otak kanan, hingga menghitung angkapun, menjadi blepotan tak karuan, segitu menggunakan mesin hitung kalkulator, apalagi dengan jemari?”

Aku sempat ingin menolak bersamanya, enggan membalas pesan dari seseorang itu. Mengapa? Bukankah kita sudah menjarak ratusan hari, berpuluh bulan. Kemudian di tahun 2013, di bulan Januari, aku harus bersamanya? Itu hal yang sulit. Bagaimana tidak, tumpukkan semester itu membuatku lupa mengenali dirinya seperti apa. Apakah dia masih ramah seperti yang dulu? Apakah masih banyak yang ngefans padanya? Apakah dia ingin tetap menjadi yang terhebat di nasional? Masih ingin tetap yang terhebat di Internasioanl? Ya tumpukan semester itu telah membuatku tak mengenalinya, dan aku dituntut harus bisa menjaganya dan mencintainya sepenuh hati. Ah sungguh pemaksaan, dan aku harus terima dan kembali menyusun kepingan-kepingan lalu.

“Sudah, sekarang kau tak usah cerewet. Bagaimanapun aku akan setia bersamamu. Bagaimanapun kau salah satu favoritku, nah kini sudah ku pakai bukan? Jadi jangan berteriak lagi!” kini dia tertempel di badan ku, menjaga dari debu, dan memberikan kehangatan ketika aroma hujan begitu mendinginkan.  Belum lagi, tulisan di bawahnya ‘muda, cerdas, berprestasi’ membuatku selalu bersemangat.
“Jaket TRAS ku, kau bukan sekedar jaket” kau adalah lembaran  kisah cintaku bersama TRAS dan anggota keluarganya. “Bukan karena mendapatkanmu aku harus menyisihkan uang hasil perlombaan, dan honor menjaga es krim sehingga aku begitu menjagamu. Kau lebih dari itu. Kau Jaket, adalah saksiku bagaimana seorang yang miskin ilmu dan pelupa nama harus selalu dekat dengan mereka keluarga TRAS. Kau saksi, bagaimana aku mencoba memberikan yang terbaik hingga penghujung pengurusan, tapi masih belum bisa maksimal seperti petinggiku, kau juga saksi bagaimana aku yang tak bisa melobi uang dan dituntut harus mencairkan uang untuk keberlansgungan hidupmu, kau juga saksi aku bersama mereka, para kawan-kawan TRAS, adik adik TRAS, kau saksi ketika aku rapat bersama mereka, canda, tawa hingga duka”.
“Kau bukan sekedar jaket, kau lebih dari itu”
10.12 WIB alunan depapepe
Serang, 4 Februari 2013
Spesial buat anak TRAS. Mohon dimaafkan atas segala keselahan tetehmu ini ya. Cukup ambil yang baik, buang yang buruk. Jadikan pembelajaran tahun lalu, semoga tahun ini TRAS makin muda! Makin cerdas! Makin berprestasi!


0 komentar:

Posting Komentar

Anis Sofia © 2016