Rabu, 26 Oktober 2016

Bontot, doc: Farid Supriadi

Bontot yang merupakan istilah bahasa Serang-Banten yang memiliki arti bungsu atau anak paling terakhir. Mungkin inilah asal muasal kenapa dinakaman bontot, karena si bontot adalah makanan yang bentuknya mungil.

Apakah bontot hanya dirasakan kelezatannya untuk anak bontot alias bungsu? Tentunya tidak, bontot makanan gurih dapat dinikmati siapa saja,  terlebih bagi mereka yang sangat suka dengan olahan ikan dan masakan yang bergizi tinggi, dan tentu aman di kantong, karena harga si bontot sangatlah terjangkau, satu gorengan bontot dihargai dengan Rp 500,-.

Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa dan tentu ikan-ikan yang menari di perairan laut, payau bahkan sungai menjadi anugrah tersendiri untuk masyarakatnya. Masyarkat di Desa Desa Domas, Kecamatan Pontang, Serang, Banten  menjadi salah satu masyarakat yang menikmati anugrah kekayaan ikan laut dan ikan payau. Di Desa Domaslah, lahirlah makanan bontot yang berbahan dasar ikan payus.

Ikan Payus yang memiliki nama ilmiah Sillago sihama merupakan bahan utama pembuatan Bontot. Pernahkah mendengar nama ikan bandeng laki,  burjun, bojor, peren, seperen, wariyung, kacangan dan ubi jurjun? Itu adalah sebutan ikan payus di beberapa daerah di Indonesia. Tidak hanya Desa Domas saja yang membudidayakan ikan payus, Jepang dan beberapa negara di ASIA lainnya juga memilih ikan payus menjadi daftar ikan yang dibudidayakan di negaranya masing-masing. Banyaknya kalsium yang terkandung dalam tulang ikan payus bisa diolah menjadi tepung untuk pembuatan aneka makanan lainnya, itu baru tulang loh, bagaimana dengan dagingnya? Sudah pasti banyak memilik gizi dan protein yang baik untuk tubuh.

Membuat adonan bontot tidak jauh berbeda dengan makanan khas Palembang, yaitu mpek-mpek. Perbedaaan dari kedua makanan tersebut yaitu  terdapat dari bahan ikan. Mpek-mpek berupa hasil adonan dari ikan tenggiri sedangkan bontot berbahan ika payus. Bontot lebih harum dibandingkan mpek-mpek karena menggunakan bahan ikan payus.

Tepung tapioka, daging ikan payus, bawang merah, bawang putih, merica, garam, gula dan air panas menjadi komposisi bontot. Bagi yang belum pernah jalan-jalan ke tanah Jawara, jangan berkecil hati, kamu dapat mencoba membuatnya di dapur sendiri, bahan-bahan tersebut tidak asing dan mudah diperoleh, ya kan? 

Bumbu-bumbu yang sudah disediakan dihaluskan, kemudian  campur semua bahan dan bumbu dengan air panas hingga adonan menjadi kalis. Setelah adonan sempurna dibentuk bulat memanjang, lalu dikukus hingga setengah matang. Bontot yang sudah dikukus dan ditiriskan, lalu dipotong sesuai selera  dan siapkan minyak panas, lalu goreng.
 
Kerupuk Ikan Payus, doc: Farid Supriadi
 

Sambil mendayung dua, tiga pulau terlampui

Rasanya tepat pribahasa tersebut untuk si bontot mungil ini, karena ketika membuat adonan bontot itu sama saja dengan menyiapkan kerupuk ikan payus. Perbedaannya terlatak di penyajiannya yang setelah dikukus. Jika penasaran ingin merasakan renyah dan kriuknya kerupuk ikan payus, sebagian bahan yang sudah jadi bisa disuguhkan menjadi bontot, dan jika masih ada sisa, bisa digunakan lagi yaitu dengan diiris tipis-tipis lalu dijemur, setelah kering kemudian digoreng. Taraaa! Di meja makan sudah tersedia dua ikan olahan ikan payus, bontot dan kerupuk ikan payus. Sangat mudah bukan?

Bontot sangat enak dinikmati sebagai sarapan, sebelum berangkat kerja dan lebih seru menjadi teman kongkow bersama teman atau sanak keluarga. Lebih yummy dicocol dengan sambal kacang. Selamat menikmati Bontot di mana pun kamu berada! Jika ada waktu dan kesempatan, melipirlah, berjalan-jalan ke Kota Serang yang penuh sejarah kerajaan islam sambil menyaksikan pembuatan bontot secara langsung oleh koki handal ibu-ibu di Kampung Domas!

#JelajahGizi  #JelajahGiziMinahasa #Sarihusada #Nutrisi Untuk Bangsa

0 komentar:

Posting Komentar

Anis Sofia © 2016