Selasa, 31 Maret 2020





Seperti apa orang Padang bilang di mana bumi dipijak disana langit dijunjung.   Itulah yang terasa pada diri ini. Beo, selama 12 bulan ke depan saya akan menetap belajar menjadi warga yang patuh pada hokum adat, menjadi ibu yang baik untuk anak-anak, tetangga yang hormat, seorang anak yang selalu menitipkan rindu pada doa dan menyimpannya dengan rapih. Sebuah proses yang tidak sebentar.

Pulau Beo yang berada di tengah Teluk Mayalibit berhadapah dengan Pulau Go dan Pulau Waifoi, memiliki keunikannya sendiri. Selama 15 menit saya bisa mengelilingi pulau dengan terkenal kampung muslim di Papua. Sejauh mata memandang pinggir bendungan air laut di penuhi rumah-rumah berdindingkan papan, halaman belakang laut dan terpakir rapih Bodi, kamar mandipun menghadapi laut.
Tampak belakang


Rumah Sri Wahyuni, anak kelas 5 berayahkan orang Jawa dan ibunya Papua,

Beo, sebuah pulau di tengah Teluk Mayalibit adalah tujuan saya dan Earli sejak 10 hari lalu di kota Waisai. Butuh kesabaran menanti bapak kepala sekolah untuk menjemput kami, dan tibalah tanggal 31 Agustus 2015 pukul 15.30 WIT perjalanan dimulai. Matahari sudah lama meninggalkan kami, tapi deburan ombak masih saja setia menemani . Kuyup
itulah yang terjadi pada saya dan partner satahun nanti.

Mata ini ketika dalam perjalanan selalu mudah tertutup dan dengan mudahnya bermimpi. Lalu, bagaimana kabar di Bodi? Sebuah perahu kecil kayu yang kerap digunakan masyarakat Papua menjadi satu-satunya kendaraan pilihan yang ada di daerah kepulauan ini, dan si Bodi berhasil membuat mata ini terjaga, bagaimana tidak air ombak itu membasahi muka, belum lagi keadaan perahu yang teromabng-ambing, mau jatuh tak segan. Haha wahana Jakarta yang terkenal itu kalah sensasinyalah! Setikdanya menggunakan pelampung membuat hati tenang.

Letih? Itu sudah pasti selama 4 jam berada di perahu yang sesuai ukuran badan, tak sanggup meluruskan kaki, badan ini tak leluasa kesana kemari. Panas? Iya, karena tidak ada atap yang melindungi. Kepayahanlah saat itu, tapi kerenlah anak Jakarta punya, Earli mampu tidur di Bodi. Keren kau Nak!
Terharu aku tuhhh, ini dsambut sekampung Beo gaes, gk kepoto semua

“Seberapa lama lagikah?”
Anis Sofia © 2016