Minggu, 27 April 2014

Mr. Jim, sobatnya sebagai transleter (lupa nama), pak Arif Kirdiatnya tak kefoto heu -_-
Begitukah hidup seorang buruh? Hidup dengan penuh birokrasi yang rumit, dalam undang-undang tenaga kerja tercantum bahwa setiap buruh wanita yang haid mendapatkan cuti kerja selama dua hari, dirumitkan dengan sistem yang harus melaporkan ke klinik menunggu surat, belum lagi diperiksa dengan cara yang 'menggelitik' menunujukan pakaian dalamnya apakah ada darah atau tidak, itu cara dulu dan sekarang (maaf) sang dokter tidak harus melihat pakaian dalamnya ada darah atau tidak tetapi dengan meraba pantatnya apakah menggunakan softek atau tidak.

Begitukah hidup seorang buruh? Tidak jarang mendapat cacian, bentakan ketika kerja bahkan kekerasan yang kecil hingga berat pernah menimpa pada seorang buruh. Ah bahkan kau tahu? Benjolan pada payudara, leher, sering dirasakan oleh para buruh, benjolan yang setelah di vonis oleh dokter adalah kanker, itu semua akibat dari zat kima yang terus dihirup oleh para pekerja Nike.

Adalah Mr. Jim Keady yang telah memberikan semua pengalaman hidupnya bersama buruh dan mungkin hingga akhir hayatnya dia akan terus memperjuangkan nasib para buruh. Seorang kewarganegaraan Amerika Serikat itu datang dan duduk memberikan semua wawasan dan kisah hidupnya yang dia lakukan. Aktivis tenaga buruh yang sempat menjadi dosen ini sangat fokus untuk melakukan penelitian dan membela hak-hak buruh Nike. Indonesia, Vietnam, China, India. Mengapa orang bule tersebut tertarik pada Indonesia? Karena Indonesia menjadi 3 terbesar dalam menghasilkan pemasukan untuk Nike, belum lagi Indonesia merupakan pasaran empuk penjualan Nike. Bahkan beliau pernah mencoba menjadi buruh Nike di Tangerang dengan penghasilan Rp.300.000/bulan, dan berhasil membuat berat badanya turun sebanyak 16 kg.

Selama 14 tahun Mr. Jim Keady bolak balik Amerika Serikat-Indonesia, hanya karena ingin melihat apakah benar janji-janji setelah advokasi yang dilakukan olehnya ditepati? Pria botak yang menggunakan kemeja putih ini sungguh dibenci ole CEO Nike, bagaimana tidak? Beliau dangan sangat seriusnya menguak semua kasus-kasus yang sungguh menyedihkan di balik kebesaran Nike. 

Tidak hanya kasus tidak terpenuhinya kesejahteraan para buruhnya, upah lembur yang hanya separuh dibayarkan bahkan hingga penanganan limbah. Pada tahun 2001 Mr. Jim ini menjajakan kakinya di perusahan Nike menyaksikan bagaimana sangat tidak becusnya perusahaan tersebut mengurus limbah, di bawa lah contoh limbah berupa karet ke AS dan beliau meminta bantuan kawan ahli kimia. Lalu apa hasilnya? Limbah yang berupa karet itu jika dibakar lambat laun akan menjadi kanker. Permasalhan tersebut adalah tempat libah berada di pemukiman rakyat, yang sebelahnya berupa lapangan yang sering digunakan oleh anak-anak untuk bermain bola setiap pukul empat sore bertepatan jadwal pembakaran limbah. Setalah melakukan advokasi, akhirnya tempat itu sudah bersih dari limbah. Dan ketika enam bulan berikutnya dia kembali ke Indonesia. Apa yang terjadi? Limbah dipindahkan di Serang di bibir sungai Ciujung ketika kesana didapatkan limbah lebih banyak bahkan menggunung hingga setinggi pohon.

Ketika bulan Januari 2013, musim hujan. Semua sampah itu hilang, menjadi bagian dari dasar sungai Ciujung. Tidak hanya itu tempat terbesar limbah perusahan tersebut terletak di Serang, yaitu di Cilowong bagaimana dampaknya sungguh membuat para warga kebanyakan menjadi terkena kusta.

"Inilah yang saya lakukan, begitupun dengan Mr. Jim. Bagaimana hidup adalah untuk berbagi untuk sesama. Jika memilih tentu saya lebih nyaman bisa bekerja di travel, bisa bolak-balik keluar negeri! Tapi, itu salah. Kita harus peduli pada sesama. Memperjuangkan hak-hak orang, walau saya pernah di ancam dibunuh dengan golok, sehingga saya mengeram diri di rumah selama seminggu. Tapi itu semua adalah perjuangan, dan setiap perjuangan butuh pengorbanan. Maka sudah siapkah kita untuk berkorban?" Ucap Pak Arif Kirdiat sebagai moderator seorang relawan kampung yang telah mendapatkan berbagai banyak penghargaan, menutup diskusi yang memberikan banyak informasi, dan gemuruh seisi auditorium dengan berbagai rasa.

Asrama, 27 April 2014
terchager, danke kawan rumah dunia! :)
-Happy Ending song by Abdul &the coffy 


Poto diambil kamera nokia, posisi duduk paling atas. Nggak jelas maap yak!
Empat orang sudah duduk rapih di panggung panas Rumah Dunia. Dengan empat anak mereka yang dipangku berupa pajangan gambar ditemani oleh moderator yang tidak kalah panas dengan gombalannya. Hadir memberikan semangat untuk para peserta yang sudah duduk manis di kursi merah.
"Perbaiki kwalitas, jangan takut dibantai"
Ucap Mbak Tias ketika memberikan semangat untuk para mereka yang hadir di ruangan megah itu. Posisi yang seharusnya diisi oleh Mas Gong, diwakili oleh 'Ratu Rumah Dunia' menjelaskan mengenai proses kreatif dalam pembuatan buku "Honeymon Ala Backpaker"
"Mas Gong itu kalau sudah ada ide tulisan, diselesaikan hingga tulisan itu selesai, saya banyak belajar darinya"
 Mbak Tias yang sangat manis dengan kerudung biru memaparkan bagaimana Mas Gong menyelesaikan tulisan tersebut. Buku yang sangat dinantikan itu berupa kisah sepasang suami-istri yang melancong ke luar negeri, sudut pandang penulis dari seorang istri. 

"Begitulah Istikharah, memilih cinta dari 2 orang atau lebih"
 Susi Ekselen angkatan kelas menulis Rumah Dunia ke-18 berhasil menghasilkan anak buah karya pemikiranya. Menganai kisah cinta yang kaya makna akan pelajaran hidup seputar cinta dan islam.
"Saya pun masih belajar! Mari, kita sama-sama belajar!" ucap di akhir kegiatan dari seorang gadis berjilbab hitam.

Berbeda dengan Rendra secara umum dia menjelaskan bagaimana buku yang berwarna merah merona itu bisa ada di bumi ini. Ya, sebuah buku yang berisikan tulisan kroyokan dari anggota kelas menulis angkatan 22. Rendra dengan sangat mantapnya menceritakan pahit manisnya dalam proses buku itu hingga bisa dinikmati dan dibeli laris. Buku yang terdiri dari karya Saleema Raziq, Siti Sarah, Uky, Rosyad, Bund Wesser, Muhammad Fathan Mubin, Rendra Pirani, Eka Nurul Hayat, Tholibah Dzaatu Himmah, Nihlah Ayu, Lia Falsista, Annisa Sofia Wardah, Agoes Gumay, dan Dzakwan Ali.

Bukan perjuangan mudah untuk mahasiswa tehnik industri ini, saya sebut ka Chogah. Bagaimana dia belajar menulis di tahun 2010, iseng iseng menulis lalu dikirimkan ke annida on line, hai, tribun, radar Banten, ada beberapa tulisanya yang lolos dan juga tidak dimuat. Hal yang membuat saya terkagum adalah bagaimana pria yang menggunakan topi tulisanya bersanding dengan Ahmad Fuadi, dan ka Chogah yang saya anggap sebagai abang kini sudah menerbitkan bukunya "SMS Terakhir" dengan penerbit major.

Buku karya pemilik nama lengkap Setiawan Chogah ini sudah di jual di beberapa toko, sebuah buku yang berisikan cerpen dengan latar Banten tentunya.

"Teruslah menulis! Teruslah membaca! Membaca! Membaca! dan Kemudian tulislah!" suaranya menggema di auditorium hingga relung jiwa.


Minggu, 27 April 2014
Asrama, ba'da goes sepeda! Dan bersemaaangaaattt menulis (proposal)

Minggu, 13 April 2014




Sejak kapan aku mulai pandai berseluncur di dunia maya, ber say hello, hai! di facebook, twitter, bercurcol ria di blog, tumblr?  Ah jika mengingat masa SMA bisa terhitung hanya tiga kali berhadapan dengan komputer, itupun menyentuhnya tidak sama sekali. Masa-masa memasuki dunia mahasiswa, masih kaku bermain jari, membuat huruf kapital di layar komputer saja tidak tahu, ctrl+c saja nama yang asing, memasukan flashdisk, dan mengeluarkannya saja setengah mati tak tahu caranya. Bahkan apakah itu flashdisk? Sunguh sangat kampungan sekali!
Anis Sofia © 2016