Rabu, 06 November 2013

Kau  tahu cinta? Ia adalah deretan lima huruf yang bisa merubah dunia. Ada bergembira dibuatnya, bersedih hingga gila. Adapula cinta yang memang selalu merapal nama-nama dalam doa tanpa kau perlu tahu wajahnya. Dan pada satu muharram, cinta itu datang di kota Baja.

Dengan rasa penasaran membuncah pada suatu nama tempat yang saya lipat rapat namanya dan ditaruhkan di dalam kantung hati, sebuah tempat yang katanya indah, dari satu batu dapat memandang seluruh isi dalam satu kota, benarkah?

Ada rasa penasaran dan ingin bercinta yang memaksa diri lari dari kepenatan hari yang menjemukkan. Jika orang lain menganggap kami refreshing ya bisa jadi, tapi saya lebih merasa ingin mengolah hati dan bercengkrama pada alam. Menikmati belaian angin perbukitan, tanjakan, turunan, aroma dedaunan pohon.

Adalah mereka empat bidadari tak bersayap. Berawal dari sebuah pesan yang masuk kepada HP Nokia 200, tentang ajakan pada tanggal 5 November untuk bermain ke batu lawang. Dialah sosok perempuan yang berjibaku dengan laboratorium dan korasi, Vera Nita Sako yang sangat lembut dan gesit dalam berjalan.

Selanjutnya Isna wong Brebes yang nyasar di cilegon, keramahan dan kehebohannya menjadi salah satu warna terindah dalam perjalanan kali ini, ketiga teh Mahfudoh, teman seangkatan yang memiliki warna tersendiri, gayanya yang cool dan memiliki jiwa ke”Kakak-an” yang selalu ikhlas untuk mengabadikan kami dalam setiap jepretan lensa kamera digital, dan terakhir adalah Kiki perempuan berkacamata yang memiliki simpul senyum manis, yang berselera mendaki, namun kawatir ingkar janji, secara malamnya Kiki akan mengajar privat. Kalian memang berbeda, tapi satu hal yang membuat kalian sama adalah satu ruang yang kalian sediakan untuk kami, yaitu cinta.

Tepat pukul 11.00 wib, primajasa membawa para anak pemberani (saya, Ateh dan Mbak Lin) untuk memenuhi undangan dari bidadari tak bersayap. Bayang-bayang hantu berupa RPP, Silabus, media pembelajaran cukup memberikan rasa kawatir dan cemas, tapi ini saatnya sejenak untuk berpisah dari mereka. Tilawah dan candaan mengiri perjalanan serang-cilegon. Rp. 4.000,- harga yang sesuai untuk kantong mahasiswa (dan semoga tidak naik ongkos lagi hehe) .

Lampu merah damkar, padanya saya beserta kedua sahabat yang hebat ini turun menyusuri jalan menuju Fakultas Tehnik- Cilegon. Jika dulu dengan hanya seribu kita berani naik angkot. Lagi, perempuan selalu berusaha untuk berhemat, mungkin ini adalah naluri seorang “Ibu”.

Sambil menikmati teriknya matahari, kami dengan cerianya berjalan yang entah kami tahu apa nama daerah tersebut, dan sangat bersyukur di sepanjang jalan banyak menemukan pohon yang memiliki buah berwarna merah, cherikah namanya? Entahlah, buah tersebut enak dimakan. Bersyukur pula tidak ada yang melewati jalannan tersebut, kalau ada sikap kekanak-kanakan kami bisa terlacak.

Mesjid Al-Mutam’ilin menjadi tempat bersujud, dan ruku, beristirahat bercerita pada Nya. Mesjid kampus Tehnik yang memiliki keunikannya tersendiri dan bikin iri. Iri? Terlihat jelas basecamp yang berada disampingnya ada perpustakaan mini, jadi teringan dulu zaman semester 1 masih merasakan basecamp akhwat.

Dan setelah selesai menghadap-Nya, Ibu Vera dengan pakaian serba ungunya, Isna dengan abu-abunya, datang dengan penuh keramah tamahan. Senda gurau sempat jadi penyejuk panasnya Cilegon saat itu. Tidak lama berada di rumah Allah, saatnya menjumpai teh Mahfudoh dan Kiki, saat itu belum mengenal mereka, dan kantin yang berada di samping aula FT menjadi saksi akan perkenalan singkat yang memberikan kesan mendalam.

Tiga motor menjadi kendaraan vital saat itu. Motor milik Vera, motor milik Isna, dan satulagi miliki seorang bernama Faisal (katanya). Jumlah kami yang bertujuh, memaksa salah satu motor untuk bertuti (tumpuk tiga), hanya merekalah yang berukuran S (small) yang terpaksa harus bertuti yaitu Mbak Lin, Ateh dan teh Mahfudoh. Isna dengan Kiki, dan saya dengan Ibu Vera.

Bermodal nekad memang, langit gelap. Tapi roda motor terus berputar, hingga satu tetesan berebuatan jatuh untuk membasahi kami. Di suatu komplek (entah namanya apa) pada gardu yang sangat mungil menjadi tempat teduhan. Refleksi sejenak, mungkin ini penyebab dari keluhan saya sepanjang jalan “Nggak Serang, nggak Cilegon. Hoaalahh panasnya rek!” dan tips untuk yang mau jalan-jalan hindarilah mengeluh, memang mengeluh pada dasarnya tidak baik.

Entah pukul berapa, hujan reda dan memulai perjalanan kembali. Satu hal yang menjadi penyelasn selama perjalanan adalah lupa mengenakan jam hitam Q&Q yang modelnya macho sekali, jam yang selalu menemani kemanapun. Selain itu adalah ardiles yang tak mampu menemani, entah dia pergi kemana ini sungguh memilukan. Oke, abaikan.

Kalau tidak salah saat itu menunjukan pukul 14.30 wib. Ketika sampai di Gerem tempat KKMannya Isna, ketiga motorpun dititipkan pada seorang ibu yang sangat baik hati. Perjalanan menuju batu lawang adalah hamparan aspal hitam yang masih baru, bukan jalanan setapak. Dengan menggunakan motorpun sebenarnya bisa kilat untuk mencapai atas. Tapi sensasi bermesraan dengan alam tentu tidak akan didapat.

Aaa... Ini langkahku
Aaa... Terus melaju
Aaa... Ini langkahku

Perjalananpun dimulai, berjalan dengan gayanya masing-masing. Ada yang cepat, lambat, sering berhenti karena bernasis ria, ada yang selama perjalanan memasang musik shouhar dengan keras. Itulah kami sungguh berbeda, satu hal yang sama yaitu tiba di Batu Lawang.

Isna dan teh Mahfudoh berduet menjadi tourguide kami yang sangat baik hati. Sangat baik hatinya kepada teh Mahfudoh yang selalu dengan sukarelanya menjadi photographer handal, kesamaan lain bagi kami yang baru mengenal ini adalah memiliki jiwa “narsisme” dan “metisme”. Ya, tidak hanya berpoto-poto ria, tapi bernasis ria. Dan bahagianya juga teh Mahfudoh sangat perhatian mengupas mangga, begitupun dengan Vera yang sudah menyiapkan sambal petisanya yang sangat mantap.

Dalam perjalanan ini saya membawa anak biologi, dan sepanjang jalanpun kuliah umum mengenai nama latin dari tumbuhan yang ditemukan sepanjang jalan.

“Jagung?”
“Kalau Padi?”

Belum lagi ditambah empat orang berjurusan kimia membicarakan korasi, hah makanan apa itu? Saya jarang mendengarnya di Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Tidak hanya bernasis ria, poto-poto, dan kuliah umum dan saya menjadi seorang pewawancara dan seorang penyimak yang baik. Ketika Isna, Vera, dan Teh Mahfduoh berbicara eratnya angkatan mereka, di FT dan pendakian yang sudah kesana-kemari, planning ke cikuray, semeru. Oaaa! Bikin ngiri saja mereka.

Adzan berkumandang dan saatnya untuk beribincang dan mengharapkan keberkahan kepada sang Pecinta. Solat kali itu dipenuhi bumbu perjuangan karena air sedang kerontang, dan hasilnya harus mencari air terlebih dahulu. HP pun mendadak kebanjiran sms yang berdatangan. Selama perjalanan memang sinyal untuk penggunna kartu 3 tidak bersahabat. Sinyal saat itu bagaikan desiran cinta, yang tidak mudah ditebak datangnya, dan perginya (cieelah bahasanya hehe).

Singsingkan lengan baju pancangkan asa
Ukirlah hari esok pertiwi jaya
Bergandengan tangan tuk meraih ridho Allah

Buatlah negri ini selalu tersenyum
Bahagia dan Sejahtera dalam cinta-Nya
Tiada lagi resah tiada lagi duka lara

Negeri indah Indonesia
Memanggil namamu
Menyapa nuranimu

Negeri Indah Indonesia
Menanti hadirmu
Rindukan karyamu                        

Ya! Syukur tak pernah berhenti ketika telah melalui kebun warga, dan akhirnya menemukan saung. Saung yang sudah roboh, siapakah penyebabnya? Apakah mereka yang telah memasang Poto Profil sambil duduk di atas atap saung? Merekakah #eh.

Indah sungguh indah. Tidak menyangka cilegon yang sumpek dan semeraut oleh pabrik, ditengah-tengahnya terdapat perbukitan yang indah. Sejauh mata memandang, semua berlukiskan hamparan perbukitan.
Kembali berjalanan menuju batu yang dinamakan dengan batu lawang,  semua sudah bersiap lebih semangat terlebih lagi “Indonesia memanggil” menjadi lagu yang paling nge-hits selama perjalanan, dan ini serasa sedang membuat vidioclip saja.

Dan perjuangan yang tidak mudah menggunakan rok menaiki batu yang besarnya melebihi tubuh, belum lagi ada yang takut ketinggian. Tapi atas kuasanya, dan tra la..la…la kami mampu “metis” mangga di atasnya, dan ritual yang tidak bisa ditinggalkan dan menguat dalam diri yaitu beropoto ria. Sungguh bersyukur untuk 1 muharaam ini. Harus bersyukur walaupun tidak menjumpai senja, dan belum dapat menikmati indahnya laut secara jelas.

Ya, dari atas batu lawang ini keelokan Cilegon bisa terasakan. “Ini baru Cilegon udah cakep! Gimana semeru, papandayan, raja ampat. Alamak Indonesia benar-benar cakep!” tidak lama memang berada di batu, karena ada alarm yang selalu mengingatkan yaitu siapa lagi kalau bukan teh Mahfudoh.

Pukul 17.30 waktu kita berpisah dengan si batu lawang. Satu harapan bisa kesana kembali lagi dengan jalur yang berbeda,  jalur yang konon lebih indah dan menantang, jalur melalui bopar kata tourguide.

Sesampainya di tempat warga kami langsung menunaikan solat magrib, dan bersiap diri menuju FT. Selama perjalanan menuju rumah warga ada satu keunikan dan bertambah kagum sama teh Mahfudoh dia punya trik jitu, dan saya akan mengcopy paste triknya.

“Oiii yang paling terakhir teraktir baso!”
“Woyy, yang paling depan teraktir es krim!”

Sekelibat yang jalan paling terakhir langsung pasang gigi 3 ngebut lari, yang depan siap rem pakem. Sungguh unforgatable  bersama ke empat bidadari tak bersayap, dan para sahabat yang saya bawa dari Serang.
Next Trip? Kemana lagi. Itu yang kami tunggu.

Sepenggal obrolan dalam perjalanan…
“Kenapa mesti naik gunung?”

“ Lelah, letih, pegal-pegal memang, tapi darisana kita benar-benar menguji kesabaran. Menahan emosi, mengontrol diri, menampar diri bahwa diri ini kecil. Kembali untuk merendah dan meninggikan nama-Nya.”

Dan pada luapan 26 huruf ini bermuara akan sadarnya cinta yang sudah ditaruh jauh-jauh hari dari Nya, tanpa bisa menerka siapa yang kau sebut dalam doa, hingga pada detik kemarin 1 muharam membuktikan bahwa di segala sudut waktu, dan insan selalu ada cinta dengan tulus. Kembali, dan tidak akan pernah bosan “Jazakmullah..” untuk para bidadari tak bersayap.

di suatu jalan, entah apa namanya.  Kita adalah  CISERES (Cilegon serang lovers hehe ngaco)

aku, kamu, mereka kini adalah kita :) 

Dimulai menulis tanggal 6 Nov di SDN 2I Serang di selesaikan di sudut ruang kamar tercinta pada 7 November 2013 dalam penuh kerinduan untuk bermesraan lagi dengan alamnya.
11.35 WIB
Alunan souhar-



Senin, 04 November 2013

Broadcast? Announcer? Ini adalah cita-cita saya selama duduk di bangku SMP. Bagaimana tidak semenjak tv rusak, mengakibatkan saya setia bertemankan radio yang ala kadarnya. Setiap detik, menit jam, seiap mengerjakan tugas, membantu pekerjaan rumah, radio sellau on dan berada dalam volume yang keras. Dan,  masih tertanam kuat ingatan masa-masa persiapan UN selalu ditemani oleh radio yang “butut”.
Malam ini tepat pukul 19.30 tibalah saya bersama sahabat sejak SMP, Niken Dwi Nurlita untuk mengunjungi  aktivitas sahabat yang memiliki pandangan teduh. Hendrik Syukuri. Mahasiswa jurusan ilmu komunikasi. Entah pada episode ke berapa Sang Kuasa mendekatkan kita, dan saya tak segan memberi gelar untuk pria yang ramah ini dengan sahabat.
Well, dia adalah sosok lelaki yang ramah, murah senyum, bertanggung jawab, setia kawan, kocak, kadang kalem, dan tentu punya jiwa pemimpin (kok kaya promosi ya hehe). Terimakasih untuk lelaki yang hobi menggunakan pakaian belang dan semoga bukan hidung belang ya hehe.
Pada letihnya menaiki setiap anak tangga menuju lantai 4 gedung D, terbayar sudah untuk bisa berada di tempat kerjanya, TirtaFm.  Padahal malam ini tidak ada angin puyuh, hujan bergemuruh, ataupun mahasiswa rusuh, dan tetiba Hendrik entah di alam bawah sadarkah? Hingga memberikan kepercayaanya untuk meminta saya dan Niken untuk menjadi pembicara di acara radionya.
“Sabar dan Iman” menjadi tema untuk acara setiap malam senin ini. Saya rasa saat itu bukanlah pembicara, tapi malah membuat rusuh. Studio yang hening tiba tiba genting tak kuasa menahan kekocakan announcer (Hendrik, Adam) saya dan Niken. Klop, itu tepat untuk deretan kebersamaan dalam 45 menit. Bahagia mewarnai hari ini, mempunyai kenalan keren “Adam” mahasiswa semester 1 yang memiliki tampang boros #eh. Jadi tadi sempat ragu apakah kita sedang terkena penipuan? Tetap positf thinking.
“Sabar adalah bagian dari Iman. Bagaimana Allah selalu senang bersama orang sabar, kalau sedang ada masalah, resah, gelisah, gundah gulana laporannya sama Allah. Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Curhat sama temen juga boleh, asal yang dipercaya..” ucap saya tumben ucapannya lagi normal, biasanya tidak jelas dan bias.
Ruangan yang cukup megah bagi saya, dan harus bisa menahan ruangan yang sungguh dinginnya tidak terbantahkan. Tapi, beberapa menit berlalu rasa hangat mulai merasuki tubuh dan jiwa, tatkala persahabatan itu menguat dalam degupan jiwa. Perbincangan seputar sabar dan iman menjadi penghangat dan menambah rasa damai di kalbu, walaupun tetap kekocakkan semakin menjadi-jadi tak karuan setelah terdektesi saya dan Adam memiliki hobi berteriak ala Indonesia Pintar “Ya, ya bisa jadiii, ya yaaaa!” aneh memang sempat berpikir ini acara Diskusi Islam atau Indonesia Pintar.
Cukup bahagia rasanya bisa menikmati rasanya menjadi seorang “Hendrik” dalam hitungan menit. Ruangnya, kesibukannya, semangatnya, cara bersosialisasinya, menjadi inspirasi untuk terus berkarya.
Terimakasih tak luput terucapkan dari bibir ini untuk Syukuri, karena telah mengingatkan akan mimpi yang sempat tertidur lama. Mimpi yang  selalu menjadi khayalan ketika masa biru putih. Rasanya mimpi itu terwujudkan bisa berleloteh di udara. Terlebih setelah siaran ada Asti seorang adik TRAS yang mengirimkan pesannya.
“Ciee teh Anis ma the Niken masuk radio.. Suaranya seksi euy hehhe. I like it”
(Apalagi ini bocah mana muat saya dan niken masuk radio -_-“ )
Dan pesan untuk mu sob. Tetap menjadi Hendrik sosok yang mencintai kesederhanaan, penuh keramah tamahan, dan semangat yang tak pernah kehabisan. Juga, tetap semangat untuk menjadi bapak direktur Tirtafm dalam sekelumit amanah yang ada, kadept kaderisasi FOSMAI, staf screenmedia TRAS, anggota KAMMI.
Dan ingat mimpi kita bertiga di bawah pohon hijau, bersejadah rerumputan. Mimpi bertiga untuk mengindahkan rumah kita, TRAS.
Tetap semangat pak direktur karena..
Siapa yang menguasai media, maka ia menguasai Dunia (Napoleon B) “
Dan jagalah ukhuwah ini tanpa tapi, dan tanpa memberikan the end untuk episode yang tidak dapat ditebak.
2 sobat saya yang hebat sedang berkicau

Punya adik baru, nama kepanjanganya ADAM SEMESTER SATU
Udahan, sebelum pulang ngeksis dulu #teteup
Serang, 4 November 2013
Jelang tahun baru islam, jelang memperbaiki segala diri, dalam alunan souhar #tetep



Jumat, 01 November 2013


            Di dunia  ini adalah tempat beradanya mahluk yang saling berpasangan. Salah satunya pasangan antara laki-laki dengan perempuan. Banyak sebutan untuk kedua mahluk ini. Lelaki, pria, lanang, cowok, ikhwan. Perempuan, wanita, wedon, cewek, akhwat.
            Kali ini akan membahas untuk sebutan ikhwan-akhwat. Well, saya rasa selagi orang tersebut mempunyai jakun, menghasilkan sperma ini dikatakan sebagai kaum adam, ikhwan. Kebanyakan masyarakat mengganggap bahwa sebutan ikhwan adalah orang yang soleh.
Padahal  jika ditelusuri arti Ikhwan dan Akhwat : Secara bahasa kata 'ikhwan' bentuk jamak dari akhun: saudara(laki-laki), 'akhwat' adalah bentuk jamak dari ukhtun: saudara(perempuan). Ikhwan dan Akhwat disini bisa bermakna : saudara dalam keluarga, ataupun saudara dalam arti yang lebih luas. Seperti saudara seiman, saudara sekampung, atau lainnya.
Tapi, hasil pengamatan dan kehidupan selama ini kebanyakan akhwat dijatuhkan untuk mereka yang berkerudung besar, berpakaian rapih, dan panggilan ikhwan tertempel kuat pada mereka yang berjenggot, pakaian kemeja, bercelana di atas mata kaki. Dan tidak sedikit label ikhwan-akhwat tertuju pada mereka yang berada di dalam Lembaga Dakwah Kampus. LDK sebutan akrabnya atau jika kita mengenang pada masa putih abu-abu ini adalah gambaran ekstrakulikuler rohis (rohani islam) atau risma (remaja mesjid).
Pandangan mata selalu menduga bahwa mereka yang berkecimpung di dunia dakwah kampus adalah malaikat. Padahal ikhwan-akhwat adalah sekumpulan manusia yang ingin menjadi baik untuk di awal mengenal dakwah, dan akhirnya tetap baik bersama dakwah. Itulah adalah cita-cita yang kuat dalam dada. Seperti lagu yang selalu didendangkan di jalanan, di dauroh (pelatihan) dimanapun.
Allahu ghaayatunaa
Ar-Rasuulu qudwatunaa
Al-Qur'aanu dusturunaa
Al-Jihadu sabiiluna
Al-Mautu fii sabilillah
Asma amaanina

Allah adalah tujuan kami
Rasulullah teladan kami
Al Qur'an pedoman hidup kami
Jihad adalah jalan juang kami
Mati di jalan Allah adalah cita-cita kami tertinggi
Banyak orang yang menamai ikhwan-akhwat dengan ADK (Aktivis Dakwah Kampus). Bagaimana sehariannya tidak lepas untuk berfikir, menjadi orang yang berguna untuk kemajuan dakwah kampus, kontribusi yang tidak seberapa tapi mencoba bermanfaat bagi sekelilingnya. Mengajak solat kepada teman sekelas, memberikan akan baiknya minum dan makan dengan duduk, mencoba tersenyum kepada orang-orang di sekeliling. Belajar menjadi oase di kampus yang sangat kering ilmu agama terlebih PAI hanya dua semester. Kampus sangat subur dengan  western, hedonis, dan individualis.
Saya ingin menyebutnya Artis Dakwah Kampus. Mereka yang mengenakan jilbab besar, rok, gamis, jenggotan, celana di atas mata kaki secara tidak langsung menjadi sorotan bagi mahasiswa yang berpakaian bisa, tidak berjilbab. Gerak-gerik, pakaian, keramahan, tingkah laku menjadi sangat sensitif  untuk para mahasiswa lainnya.
Hingga sisi hal kecil berupa updetan status. Beberapa tahun saat ini, ada yang merasakan resah, gelisah ketika beberapa artis dakwah kampus mengumbar kegalauannya dalam menyempurnakan agamanya. Bukankah sering mendengar kalau sedang galau “Allah dulu, Allah terus, Allah lagi?” apakah dengan membuat status yang “heboh” menjadi pengobat kegalauan.
Saya adalah anak kemarin senja yang baru mengenal dunia para jilbaber dan jenggoters. Berbeda dengan beberapa sahabat saya yang mengenal dunia liqo (pengajian) sejak duduk di bangku SMP. Maka dengan keterbatasan segala ilmu yang saya miliki, saya berdiskusi mengenai hal ini. Hal yang baru saya temukan beberapa tahun ini mengenai “ceng-cengan, mengkodekan seseorang yang dituju”. Berdiskusi kepada mereka yang sudah menyelam dalam dan tentunya mengenal secera detail gambaran akhwat-ikhwat masa sekarang dan dulu. Tidak hanya berdiskusi dengan para senior, sayapun melakukan riset kecil-kecil mennayakan apakah respon yang didapatkan ketika menjumpai updetan status yang “galau” kepada para adik-adik yang baru mengenal dunia dakwah kampus.
Kemudian, apa yang saya dapatkan ketika ada status, twet yang menghebohkan dunia sosmed?
Senangnya ukhti hari ini memakai gamis bunga-bunga, hati ane juga berbunga-bunga
Atau
Wah, akhi itu keren yaa orasinya
Atau
Sekarang hari guru, semoga dapat jodoh guru #eh
Dan masih banyak updetan status yang frontal, ekstrim dan memalukan. Salah
satunya mengkodekan pada siapa kini sedang merasakan “rasa”, dengan mencantumkan pekerjaan, alamat, pekerjaan, jabatan, inisial nama, dan masih banyak yang lainnya.
            Apakah akan menjadi oase di gersangnya kampus?
            Hasil diskusi saya dan riset kecil-kecilan, menunjukan bahwa 99% banyak yang merasakan ilfeel. Beberapa alasasan yang didapatkan mengapa itu menjadi ilfeel, yaitu:
·         Bukan menjadi obat galau, malah semakin menularkan virus galau kepada yang membacanya. Bagi mereka yang tidak memiliki penyakit hati (red: virus merah jambu) akan sedikit merusak keteguhannya, karena akan menjadikan beberapa orang ke-geeran, berprasangka yang tidak baik.
·         Para jilbabers-jenggoters adalah artis dakwah kampus, yang segala tindak laku, gerak geriknya sangat menjadi sorotan mereka yang berada di sekelilingnya.
·         Bentuk kepercayaan yang kurang kepada Sang Pecinta. Dalam perkataan-Nya,

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (Q.S An-Nuur:26)

Kitakan di jalan yang baik, bersama orang-orang yang baik, aktivitas kita insyallah baik. Masa nggak percaya sama janji Allah yang memasangkan dengan yang baik”
-Annis Mata-
Qoute yang saya dapatkan dari seorang senior di kampus.

  • Niat yang salah, nihil pahala.
Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya untuk meraih kesenangan dunia atau menikahi wanita, maka hijrahnya adalah kepada apa yang ia hijrahi. (HR. Bukhari)

  •  Menjadi Fitnah
  •   MLM dosa, dan kegalauan.
  •  Dan masih banyak….
Segalanya dilihat dari proses, Allah swt tidak melihatnya secara instan. Apa yang dicari dari dunia tentunya adalah keberkahan dalam setiap aktivitas, keberkahan diperoleh dengan cara yang baik.
Perihal updet dan twet mengenai kegalauan menyempurnakan agama. Saya akan mencoba menuliskan beberapa ilmu dan cara baik dari buku yang telah saya baca karya Salim A Fillah.
Seorang ulama berhasil mengintisarikan ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali. Ustad Sa’id Hawa namanya. Dalam buku Takziyatun Nafs, beliau menggamabrkan pada kita proses untuk menjadi orang yang shadiq, orang yang benar. Prosesnya ada empat, rinciannya sebagai berikut.
1.      Shidqun Niyah
Artinya benar dalam niat. Benar dalam semburat pertama hasrat hati. Benar dalam mengikhlaskan diri. Benar dalam menepis syak dan riya. Benar dalam menghapus sum’ah dan ujub. Benar dalam menatap lurus ke depan tanpa memedulikan pujian kanan dan celaan kiri. Benar dalam kejujuran pada Allah. Benar dalam prsangkaan pada Allah. Benar dalam meneguhkan hati.
2.      Shidqul ‘Azm
Artinya benar dalam tekad, benar dalam keberanian-keberanian. Benar dalam janji janji pada Allah dan dirinya. Benar dalam memancang target-target diri. Benar dalam pekik semangat. Benar dalam menemukan motivasi setiap kali. Benar dalam mengaktivasi potensi diri. Benar dalam memikirkan langkah-langkah pasti
3.      Shidqul ‘Iltizam
Artinya benar dalam komitmen, benar dalam rencana-rencana. Benar dalam melanggengkan semangat dan tekad. Benar dalm memegang teguh nilai-nilai. Benar-benar dalam menghadapi tantangan dan ancaman. Benar dalam mengistiqomahkan zikir, fikir, dan ikhtiar.
4.      Shidqul ‘Amaal
Artinya benar dalam proses kerja. Benar dalam melakukan segalanya tanpa menabrak pagar-pagar Ilahi. Benar dalam cara. Benar dalam metode. Benar dalam langkah-langkah yang ditempuh. Benar dalam profesionalisme dan ihsannya amal. Benar dalam tiap gerak angora badan.

Coba kita refleksikan proses menjadi orang benar ini dalam proses pernikahan. Insya Allah dengan demikan keberkahan itu semakin mendekat. Jikalau sh-Shidq berarti kebenaran, kejujuran, maka yang pertama akan tampak sebagai gejala keberkahan adalah di saat kita jujur dan benar dalam bersikap pada Allah dan manusia.
Awal yan baik, pertengahan berupa yang baik, insyallah berakhir dengan baik, berakhir pada jannah-Nya. Aamiin J

Serang-Darul Irfan, 1 November 2013

Tulisan tersebut adalah hasil diskusi dan riset-riset kecil-kecilan saya. Dan saya pun bingung apakah termasuk artikel, opini, esai atau apa? Yang saya tahu adalah saya ingin meluapkan dalam tulisan, hanya itu. Tidak bermaksud menyinggung atau jika ada yang tersinggung mungkin karena merasa ya? :D .Weell, Ingin mencoba menjadi muslim yang baik, untuk saling mengingatkan kepada saudaranyaa.
Anis Sofia © 2016