Kamis, 31 Desember 2020

Assalamu'alaikum Al, di tahun baru Masehi ini usiamu tepat 3 bulan 15 hari.

Semalam tidak ada perayaan, melainkan ibun kembali gagal mengatur emosi, karena sudah menggendongmu selama 30 menit, nangismu tidak kunjung reda, malah beberapa kali tangisanmu teriak, dan itu menyesakan dada.

Nggak nyaman ya Al, batuk pilek di saat kamu masih kicik begini. Ini kedua kalinya kamu bapil Al, imun yang masih rendah, cuaca yang gk karuan, membuatmu mudah untuk bapil.

Setiap kali bapil, kamu masih tetap ceria, selalu tersenyum bahkan tertawa dan menyusumu semakin kuat, tapi berbeda jika sudah malam hari dan menjelang tidur. Kamu selalu ingin digendong sebagai pengantar tidur, dilantunkan solawat, atau nyanyian dengan suara ibun yang seperti kaleng rombeng.

Tapi, akan buyar pertahanan kekuatan menggendong jika rasa bekas suntikan bius ketika operasi terasa, ngantuk dan lelah datang bersamaan. Yang ada ibun berubah jadi monster, naik intonasi, menggerutu kenapa kami belum bisa tenang juga. Hingga Ayah yang pergi, harus ibun telepon, ayah datang menjadi pahlawan. Ibun mohon maaf ya Nak, belum bisa menjadi ibu menyenangkan.

Al, entah kenapa ibun mudah sekali minder. Padahal dulu Ibun adalah gadis yang penuh percaya diri, dan 'gila'. Apa karena kesalahan yang ibun lakukan ketika menjadi seorang istri, sehingga ibu sulit memaafkan diri, kesalahan lupa menaro gantungan pada tempatnya, kesalahan lainnya? Sehingga membenci diri sendiri?

Seringkali ada pikiran 'gk becus jadi istri, gk becus jadi pengajar, apakah nanti bisa jadi seorang Ibu?'
Ketika kamu menghuni perut Ibun, beberapa kali pertanyaan hadir "Mampukah jadi seorang Ibu?"

Ketika menatap wajahmu di awal kelahiran, ibu bahagia juga disertai rasa takut. Ibun takut belum bisa menjadi ibu yang baik.

Dulu ibun belum bisa menimangmu, dikarenakan luka SC, sekarang kamu mau tidur jika setelah ditimang Ibun.
Dulu ibun belum bisa memandikanmu, sekarang kamu selalu tersenyum dan nyaman bermain air di bak.
Dulu ibun sangat payah menghadapi imunisasi BCG, neneklah yang terus menenangkanmu. Ketika imunisasi DPT kemarin, dibantu Ayah alhamdulilah kami bisa menangani demammu.
Dulu ibun sering berdiam diri, kini ibu punya teman untuk bercerita dan berbagi bahkan ibu yang jarang menyanyi, kini selalu bersenandung ria.

Al datang, membuat perubahan ke diri Ibun. Al mengajarkan Ibun untuk percaya diri, Al hadir untuk menghibur diri, Al sebagai alasan untuk Ibun menjadi kuat, Al adalah hadiah terindah untuk Ibun. Ketika Ibun sendiri tidak percaya apakah Ibun mampu menjadi seorang Ibu, Al adalah orang pertamakalinya percaya dan mengajarkan Ibun untuk percaya diri.

Al, terimakasih banyak ya sudah bersabar sejauh ini memiliki Ibu seperti Ibun ini yang banyak kurangnya.

Al, ibun menyayangi Al melebihi diri Ibun sendiri. 

Minggu, 13 Desember 2020


Hari ini tepat usiamu 2 bulan 27 hari.
Ini sudah sangat terlambat Al, maafkan ibun yang baru mulai belajar giat lagi untuk menulis, mari semangat menulis ini dengan bercerita tentang mu Al.

Al, anakku sayang. Semenjak adanya kamu hadir di dunia ini, Ibun mulai belajar untuk menghilangkan rasa insecure yang ada pada diri Ibun. Konon katanya rasa insecure bisa menurun pada anak. Ah, gk nyaman Al jadi manusia yang insecure ini, kuncinya Ibun harus banyak bersyukur akan setiap pemberian Nya.

Al, anakku sayang. Ibun selalu berfikir 'duh bisa gk ya nanti pekerjaan rumah kepegang?' ada rasa khawatir, takut, kalau semua hal akan terbengkalai.

Maafkan Ibun ya Nak, nyatanya di hari pertama ibu tanpa dibantu oleh Nenek, Ibun menangis. Menangis bukan karena kamu yang rewel. Tapi, terharu melihatmu yang sungguh pengertian, bisa diajak kerjasama. Kamu paham betul jika Ibun di rumah sendirian. Kamu selalu bersikap tenang, sabar menunggu pekerjaan rumah selesai. Hadirnya Al, adalah bagaimana belajar memenej waktu sebaik mungkin, bukan sebagai penghalang.

Al, anakku sayang. Hobi jalan-jalan mengalir dalam darahmu rupanya. Ibun masih terkagum-kagum melihat kamu yang anteng di dalam mobil tua milik Kakek, perjalanan Cilegon-Rangkasbitung itu hampir menempuh 2,5 jam perjalanan. Kamu begitu menikmatinya dengan tidur nyenyak. Sama halnya perjalanan menggunakan motor, kamu terelalap di dalam gendongan. Al selama dua bulan ini sudah jalan-jalan ke Rangkas, Bojo, menemani Ayah Ibun kondangan, berbelanja bulanan di Mall Cilegon. Dan selama perjalanan itu, Al kooperatif sekali,ibun sungguh terharu.

Al, anakku sayang. Hari-hari ibun diwarnai dengan senyuman dan tawamu selepas disusui. Celotehnya yang ibun tak paham, tapi ibun suka. Waktu yang sungguh indah menghabiskan waktu dengan mengobrol dengan mu dalam imajinasi ibu hhe. Kelak dewasa jadilah lelaki pendengar yang baik ya Al, karena wanita hanya ingin didengar aja kok Al eh hehe.

Al, anakku sayang. Beberapa kali setiap menjelang tidur kamu selalu merengek. Terlebih di malam hari, di saat kondisi Ibun mengantuk juga lelah. Tidak jarang tangisanmu yang tak henti, membuat suara Ibun naik oktaf "Kenapa sih Al? Maunya apa? Kenapa sih nangis terus?".

Maafkan Ibun ya Al, anakku sayang padahal kamu juga sedang beradaptasi dengan dunia ini, dunia yang tidak senyaman ketika kamu di rahim Ibun. Terimakasih sudah bersabar dengan Ibun ini ya Al.

Al, anakku sayang. Kita terus sama-sama belajar. Ibun akan berusaha menjadi ibu yang bahagia untuk Al. Bukankah bahagia itu menular ya Al?

Al, Ibun sayang Al ❤

Rabu, 02 Desember 2020

Yuhuuuu!

PR terbesar dalam diri adalah percaya diri! 
Harus ditanam, bahwa kamu mampu Nis!

Menyimak petualangan Wahana tempo lalu, menyadarkan aku kembali akan pentingnya adab.

Bismillah, semoga Allah mampukan ku untuk mengikuti perkuliahan Bunda Sayang nanti.

Tara ini dia tugas Misi 2

Sabtu, 21 November 2020

Petualangan Wahana

Halo Anis!
Ibuknya Altair yang harus bahagia dan tetap semangat.

Allah memberikan amanah baru. Amanah yang sungguh besar. Tanggung jawabnya sepenuh hayat. Apakah mampu? Harus mampu!

Terkadang lemahnya diri yang sering insecure, harus dibuang jauh-jauh. Sehingga menantikan program Bunda Sayang, menjadi salah satu pilihan untuk sebagai jembatan berproses lebih baik lagi.

Saya meyakini program perkuliahan Bunda Sayang bisa menjadi langkah untuk membuang jauh rasa insecure dan mampu menerpa diri bersama bunda bunda lain yang bersemangat untuk menjadi Bunda yang disayang oleh keluarga.

Jika, ada kerikil di persinggahan jalan, rasa lelah dan mumet. Ingat kembali niat kamu Nis!
Iya niat menuntut ilmu, karena Altair punya hak untuk mendapatkan Bunda yang cerdas (semoga bisa ya Nak!)

Jumat, 23 Oktober 2020


“Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolangan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.” (Moh. Natsir, mengutip Dr. G. Nieuwenhius)

Guru? Satu profesi yang tidak pernah aku idam-idamkan sebelumnya. TNI wanita, dokter, penulis, pelukis adalah daftar nama profesi yang aku cita-citakan sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Hingga tingkat akhir SMA, ibu dan bapak kompak mengarahkan aku untuk berkuliah di Fakultas Keguruan dengan mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Apakah aku mau? Saat itu untuk kuliah pun enggan. Aku memilih megambil jurusan Sastra Indonesia dalam setiap pilihan tes  masuk perguruan tinggi, tidak lupa aku menyandingkan PGSD sebagai pilihan berikutnya. Walaupun  aku nakal, aku masih takut akan dikutuk karena telah menjadi anak durhaka.

Tuhan mengamini keinginan kedua orangtua, 2010 aku menjadi mahasiswa PGSD di Untirta Banten. 

“Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang paling cocok untuk seorang wanita, Teh! Di mana hari libur, anak kamu nanti libur, dan kamu juga tentunya libur, belum lagi pagi sampai siang kamu di sekolah. Setelah itu kamu bisa mengurusi suamimu nanti” kurang lebih itu yang diucapkan oleh bapak dan ibu tujuh tahun yang lalu. Lulusan SMA dinasehati seperti itu? Aku tak paham!

Hingga seperempat abad menghampiri diriku, aku setuju dengan perkataan mereka.  Tidak ada yang lebih membahagiakan dari seorang wanita selain melihat tumbuh kembang anaknya sendiri. Usia emas seorang anak tentunya tidak akan pernah terulang bukan? 

Aku profesional?
Tujuh tahun bukanlah waktu yang tepat jika dikatakan bahwa aku sudah ahli dalam dunia pendidikan. Wong buat RPP, silabus, mengajar diawasi dosen dan guru pamong saja aku masih keringat dingin. Dan aku tidak cukup dikatakan profesional karena pernah mengajar satu tahun di pedalaman Papua. Atau aku yang kini sedang mengikuti kuliah PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang nantinya akan memiliki gelar baru: Gr, yaitu kepanjangan dari ‘Guru Profesional’ dan memiliki ijazah yang dijadikan SIM mengajar, lalu aku sudah layak disebut guru profesional? Jauh! Sungguh jauh rasanya profesional seorang guru, terlalu berharga jika hanya dihargai dengan selembar kertas. Tapi mau tak mau, apalagi yang mampu diperbuat guru-guru saat ini, sudah dituntut dengan segala sistem yang ada, bagiku kebijakan pemerintah kadang tak bijak, ah tapi siapalah aku, hanya bocah ingusan saja yang tengah lari ‘sprint’ menyelesaikan kuliah profesi.

Serba Rumit
Sungguh salah besar jika banyak menganggap menjadi guru adalah mudah. Tinggal bermodalkan suara lantang dan hobi bicara di depan kelas, tidak seperti itu. Butuh jiwa yang ikhlas, sabar yang tinggi agar ilmu yang disampaikan dapat diterima baik oleh peserta didik. Belum lagi rasa hormat kepada guru yang semakin menurun. Prihatin, ketika pertama kali kakiku menginjakkan kaki di SDN Jati 03, aku sudah diwanti-wanti untuk bisa bersikap baik, tidak boleh memarahi peserta didik sedikitpun. Sedikit salah bersikap, menegur, atau marah kecil, urusannya bisa panjang. Bukannya anak kapok lalu menyesali perbuatannya, malahan guru yang keesokan harinya dituntut oleh orang tua siswa, menyedihkan bukan? Aku percaya jika ada tindakan seorang guru marah dengan wajar itu tidak lain adalah bentuk rasa cintanya yang tertinggi kepada peserta didik agar tidak melakukan kesalahan. Selagi tidak bermain tangan, tidak menggunakan bahasa yang kasar, cukup tegas tapi santun itu masih bisa bukan? 

Pemerintah mencanangkan sambil memulai secara perlahan, bahwa guru harus menempuh kuliah PPG (Pendidikan Profesi Guru). Kuliah yang ditempuh selama satu tahun, tinggal di asrama membuat sulit untuk guru senior, karena harus melepas peserta didiknya, meninggalkan keluarganya. Tidak mudah juga untuk sarjana muda, di mana harus bersabar menunda pernikahan, jauh  dari gebetan bahkan ketinggalan jalan-jalan bersama kawan seperjuangan. Atau memang pikiranku harus diluruskan bahwa sebuah keberhasilan butuh banyak pengorbanan  dan kesabaran?

Apakah menjamin  profesional dari selembar kertas? Yang aku khwatirkan jika selembar kertas  yang bertuliskan Gr, malah membuat lalai, tidak bersemangat mengajar, malas-malasan, memakan gaji seenaknya dengan meninggalkan peserta didik dengan setumpuk tugas? Kalau seperti itu, profesional layaknya diberikan untuk mereka para guru yang mengajar di pelosok dengan gaji yang turun rapelan. Jadi, apakah mampu ijazah menjamin lulusnya keiikhlasan dalam menyampaikan ilmu? Ketika ijazah itu diterima berarti semakin banyak tanggung jawab yang diemban, semakin banyak timbangan dan pertanyaan di hadapan-Nya kelak, bukan begitu?

Judulnya, aku bosan. Apa yang dibosankan?
Aku cukup sangat bosan, jika banyak orang memandang rendah guru. Bosan, jika banyak peserta didik yang tidak menghormati gurunya. Bosan, jika ada guru yang meninggalkan peserta didiknya begitu saja padahal sudah bersertifikasi. Bosan, jika guru dihakimi karena mendisiplinkan peserta didiknya. Bosan, kepada pemeirntah yang belum merangkul guru honorer/pelosok yang dapurnya jarang mengepul karena menunggu rapelan gaji. 

Saat ini, aku bosan. Bosan pertemuan selalu disandingkan dengan perpisahan. Ah, memang sudah takdirnya begitu. Aku pasti akan merindunka tatapan polos Keysa, peserta didik kelas IV A 
“ Ibu Ujiannya bagaimana?”
“Ibu tadi aku tegang, karena aku takut kalau ibu nggak lulus dari UNJ”
 “Pas istirahat, tadi Tristan seperti ini, Tuhan Yesus semoga Ibu Anis lulus ujiannya” gadis mungil itu menunjukkan bagaimana Tristan berdoa.
“Aku pun juga ikut berdoa Bu: Ya, Allah semoga ibu Anis lulus”
Wajahnya penuh kecemasan, aku melihatnya dari kedua bola matanya yang berbicara. Ada harapan darinya untuk aku selalu bisa duduk manis mendengarkan ceritanya, dan bibirku pun kelu tak sanggup harus berkata jika pekan depan untuk semantara waktu kita akan berpisah, karena PPL sudah selesai.

Ya, aku bosan mendapatkan pertemuan lalu berpisah dengan anak-anak seragam merah putih yang polos. Terlebih aku tidak menyangka menjumpai banyak anak manis di kota metropolitan.

Rusunawa, 24 Oktober 2017
Dalam lari Sprint menuju garis finish

Sabtu, 17 Oktober 2020

"Altair adalah bintang terang di langit musim panas di utara yang merupakan salah satu dari tiga bintang yang membentuk asterism astronomi yang disebut Segitiga Musim Panas.Bintang ini terletak di konstelasi Aquila (Elang) dan berjarak sekitar 16,7 tahun dari Bumi serta bisa di lihat tanpa menggunakan alat bantu.Bintang ini adalah bintang paling terang ke 12 di langit malam dan memiliki magnitudo 0.77"

Alta, adalah bintang terang di keluarga. Menjadi cahaya yang Allah titipkan untuk Ibun. Tidak terasa ya Al, begitu cepat Allah gulirkan waktu. 

Padahal, baru kemarin rasanya ibun menangis masih belum menerima saran dokter untuk dilakukan operasi SC, setelah menempuh jalan induksi beberapa jam tapi hanya bertambah satu, sedangkan kondisimu udah lewat bulan, ketuban sedikit dan pengapuran plasenta.

Ibun juga masih belum sepenuhnya ikhlas di ruangan operasi. Ternyata melahirkan operasi membuat ibu jadi terlihat aurat di sana sini. Terlebih menakutkan, pandangan orang sekitar tentang wanita melahirkan SC seperti tak menjadi sepenuhnya, ya ibu lebih takut menjadi down karena cibiran orang orang.

Waktu Duha, tidak ada ayah yang menemani. Ruangan dipenuhi dokter, perawat. Berbagai alat operasi berdenting, suntikan bius gagal untuk pertama kalinya. Hingga kedua kali suntikan yang mendarat di pinggul Ibun, berhasil, ibu berteriak, menangis karena sungguh itu suntikan yang tak tertahankan bagi ibun.

Di ruang operasi, ibun masih sadar. Tapi bagian perut bawah ibun terasa kaku, ya ibun di bius setengah Al. Terlihat dari pantulan lampu operasi, ibun dapat mengamati bagaimana proses terjadinya kita bertemu Al.

Perut ibu disayat, darah dan ketuban menyembur dari perut ibun. Ibun mengerjap ngerjap karena tidak kuat melihat darah, suara bising alat operasi menambah ketakutan ibun, terlebih perlahan-lahan rasa menggigil dan pusing datang.

Bulir air terasa hangat membasahi pipi ibun. Ketika tangan para dokter itu mengeluarkan Al dari perut Ibun. Tangisan yang kencang mengukir senyum. Al, itu pertama kalinya kita bertatap muka. Kamu menangis, datang di dunia penuh tantangan. Ibun menangis, masih tak percaya menatapmu Al.
Hai dunia, baiklah terhadap Alta!

Beberapa jam pasca operasi, kita terpisah ruangan. Rasanya masih rindu, dan ingin segera memangkumu Al! Tapi apa daya ibu menggigil ekstrim, ini pertama kali ibun merasakan menggigil yang tidak mampu ibun kuasai. Ibun menangis, karena masih belum menerima ada luka sayatan berlapis-lapis di perut Ibun 

"Terimakasih menjadi Ibu hebat" ayah mencium kening Ibun, butiran air hangat kembali membasahi pipi ibun.

Ibu? Aku seorang Ibu?

Mahluk mungil, terbungkus bedong, terbenam dalam tidur yang yenyak. Al, ibun menangis lagi memandang wajahmu yang teduh. Hisapan mulut mungil yang mencari Asi terasa syahdu di hati Ibun. Terimakasih ya Al, sudah hadir memberikan begitu banyak pelajaran!

Hari ke hari, sudah kita lewati bersama. Seringkali ibun merasa frustasi dan tidak becus menjadi seorang ibu. Ibun sama sekali belum bisa menimang mu, karena luka yang sakit. Ibun masih kesulitan untuk membuatmu tenang. Karena ibun mudah panik setiap kali mendapatimu menangis. Merasa lelah dan payah seringkali hadir di diri ibun. Terimakasih ya Al, sudah memaklumi Ibun yang masih belajar menjadi Ibu.

Hari ke hari, ibun bahagia melihat kamu yang pandai menyentuh hati ibu. Siapa yang tidak meleleh, setiap kali habis menyusui, kamu selalu memberikan senyuman yang begitu manis. Al kini sudah pandai mengoceh, mengangkat kepala, menggerakkan kaki dan tangan. Mencari sumber suara, dan paham kondisi ibun.
Al, begitu banyak kurang di diri ibun. Tapi ibun berjanji akan terus belajar menjadi ibu yang baik untuk Al, untuk bintang yang Allah titipkan.

Al, kita bertumbuh bersama ya! ❤

Jumat, 07 Agustus 2020


Perjalanan oreintasi ini cukup kembali untuk belajar membuat strategi, bagaimana menyimak video mengenai ruang-ruang di Ibu Profesional begitu beraneka ragam sehingga harus pandai mengatur waktu. Padahal hanya berkutat dengan pekerjaan rumah tangga dan belum ada anak yang menemani, tapi kesulitan untuk datang


Menjadi seorang wanita mau tak mau harus pandai berbelanja. Dan, fiuhh aku yang tidak biasa berbelanja tentu menjadi tantangan tersendiri ketika sudah berumah tangga. Perlahan-lahan, mari berbenah dir. Siapkan diri untuk layak dan siap berbelanja!

1. Tas khusus berbelanja. Pak suami selalu mengingatkan agar setiap berbelanja membawa tas sendiri, gunanya agar meminimalisir penggunaan plastik.

 Haloooo Pasar Ilmu, Haloo Anis, tentu kamu harus bersemangat ya Nis!

Mengikuti IIP Batch 6 Jakarta, dan kini aku Heregistrasi dan mengikuti bersama foundation batch 9, menjadi tamparan sendiri.

Jumat, 24 Juli 2020



Bagaimana dengan makanku di Beo? Bagaimana mandinya? Bagaimana mengabari orangtua? Banyak sekali teman dan keluarga yang bertanya akan kondisi hidup di tanah rantauan. Ah sungguh membahagiakan jika ada yang bertanya demikian.
Makan
Ini tidak semudah ketika kuliah, yang kalau gendering perut bertabuh tinggal pergi saja ke kantin, pilih menu apa saja tinggal di sesuaikan kantong. Tidak segampang di rumah yang makanan sudah tersaji di meja makan, piringpun disediakan.
Memasak mie instanpun di tempat rantuan tidak seinstan nyatanya, butuh proses lama,

Jumat, 17 April 2020



Layaknya teleskop yang kamu tunjukan kepadaku, pernikahan kita seunik itu. Kamu merangkai bagian-bagian teleskop, menjadi teleskop yang sempurna. Kamu yang terus mencoba lensa mana yang cocok dan sanggup menangkap rembulan dengan tepat. Mengeker, mengarahkan hingga terpampang jelas pada tangkapan lensa. Seperti itu, penuh kegigihan, kesabaran, keuletan untuk saling merawat amanah Tuhan: keluarga kecil kita.

Meneropong ke belakang, menengok  tahun 2018, tiga pekan sebelum awal Oktober. Kamu dan aku berada di tempat yang berbeda

Selasa, 31 Maret 2020





Seperti apa orang Padang bilang di mana bumi dipijak disana langit dijunjung.   Itulah yang terasa pada diri ini. Beo, selama 12 bulan ke depan saya akan menetap belajar menjadi warga yang patuh pada hokum adat, menjadi ibu yang baik untuk anak-anak, tetangga yang hormat, seorang anak yang selalu menitipkan rindu pada doa dan menyimpannya dengan rapih. Sebuah proses yang tidak sebentar.

Pulau Beo yang berada di tengah Teluk Mayalibit berhadapah dengan Pulau Go dan Pulau Waifoi, memiliki keunikannya sendiri. Selama 15 menit saya bisa mengelilingi pulau dengan terkenal kampung muslim di Papua. Sejauh mata memandang pinggir bendungan air laut di penuhi rumah-rumah berdindingkan papan, halaman belakang laut dan terpakir rapih Bodi, kamar mandipun menghadapi laut.
Tampak belakang


Rumah Sri Wahyuni, anak kelas 5 berayahkan orang Jawa dan ibunya Papua,

Beo, sebuah pulau di tengah Teluk Mayalibit adalah tujuan saya dan Earli sejak 10 hari lalu di kota Waisai. Butuh kesabaran menanti bapak kepala sekolah untuk menjemput kami, dan tibalah tanggal 31 Agustus 2015 pukul 15.30 WIT perjalanan dimulai. Matahari sudah lama meninggalkan kami, tapi deburan ombak masih saja setia menemani . Kuyup
itulah yang terjadi pada saya dan partner satahun nanti.

Mata ini ketika dalam perjalanan selalu mudah tertutup dan dengan mudahnya bermimpi. Lalu, bagaimana kabar di Bodi? Sebuah perahu kecil kayu yang kerap digunakan masyarakat Papua menjadi satu-satunya kendaraan pilihan yang ada di daerah kepulauan ini, dan si Bodi berhasil membuat mata ini terjaga, bagaimana tidak air ombak itu membasahi muka, belum lagi keadaan perahu yang teromabng-ambing, mau jatuh tak segan. Haha wahana Jakarta yang terkenal itu kalah sensasinyalah! Setikdanya menggunakan pelampung membuat hati tenang.

Letih? Itu sudah pasti selama 4 jam berada di perahu yang sesuai ukuran badan, tak sanggup meluruskan kaki, badan ini tak leluasa kesana kemari. Panas? Iya, karena tidak ada atap yang melindungi. Kepayahanlah saat itu, tapi kerenlah anak Jakarta punya, Earli mampu tidur di Bodi. Keren kau Nak!
Terharu aku tuhhh, ini dsambut sekampung Beo gaes, gk kepoto semua

“Seberapa lama lagikah?”
Anis Sofia © 2016