Selasa, 31 Maret 2020





Seperti apa orang Padang bilang di mana bumi dipijak disana langit dijunjung.   Itulah yang terasa pada diri ini. Beo, selama 12 bulan ke depan saya akan menetap belajar menjadi warga yang patuh pada hokum adat, menjadi ibu yang baik untuk anak-anak, tetangga yang hormat, seorang anak yang selalu menitipkan rindu pada doa dan menyimpannya dengan rapih. Sebuah proses yang tidak sebentar.

Pulau Beo yang berada di tengah Teluk Mayalibit berhadapah dengan Pulau Go dan Pulau Waifoi, memiliki keunikannya sendiri. Selama 15 menit saya bisa mengelilingi pulau dengan terkenal kampung muslim di Papua. Sejauh mata memandang pinggir bendungan air laut di penuhi rumah-rumah berdindingkan papan, halaman belakang laut dan terpakir rapih Bodi, kamar mandipun menghadapi laut.
Tampak belakang


Rumah Sri Wahyuni, anak kelas 5 berayahkan orang Jawa dan ibunya Papua,
menyediakan rumah untuk dihuni selama 1 tahun. Rumah yang sama dengan warga lainya, di bibir bendungan dengan dinding papan, dan dasar air laut. Jika buka halaman belakang yang menghadap laut bebas, sungguh mata dimanjakan, biru, hijau segar, belum lagi ikan kecil yang bergerombalan berenang, ikan besar yang melompat-lompat. Setiap haripun mudah sekali menjumpai si mentari terbit dan tenggelam, apalagi ditemani oleh anak-anak yang merangkai bunga di sore hari dan memakaikanya bak mahkota indah di atas kepala. Suhu yang panas, tidak perlu memasang kipas atau ac karena angina sangat kuat dan sanggup menembus jendela, dan memberikan kesegaran. Di rumah inipun semakin bersahabat dengan air ombak, karena di dasar lantai begitu jelasnya suara air-air laut yang saling bertabrakan menjadi suara alami pengganti instrument teman tidur ataupun menulis.

Rumah Yuni memang sudah lama tidak dihuni, ada dua kamar, ruang tamu, ruang dapur dan kamar mandi yang rusak. Pintu tiap kamar hanya dibatasi kain-kain berwarna biru, kondisi rumah yang harus mendapatkan polesan agar lebih nyaman dan indah dihuni.
Tampak depan

Warga Beo memiliki rasa peduli yang tinggi terlebih terhadap guru walaupun itu pendatang. Semenjak mengangkut barang ke rumah baru ini, para Papa dan Kaka sibuk mengambil bambu di gunung, dan membuatkan kamar mandi menghadap laut. Para Mamapun sungguh perhatianya pada saya, Mama Alya membawakan kompor miliknyanya, Nenek Irna membantu memasang sumbu, Nenek Tingting selalu setiap pagi dating ke rumah dan berpesan untuk selalu hati-hati dan membawa alat elektronik yaa, kondisi rumah memang tidak ada kunci, selain itu Nenek Tingting membawakan peralatan masak. Ada lagi Mama Hikmah yang datang dan langsung menelpon suaminya yang di Waisai agar ketika ke kampung membeli kunci rumah.

Rumah ini adalah rumah siapapun, 1 kamar memang menjadi privasi saya dan Earli teman sekampus untuk mengevaluasi pembelajaran, interaksi terhadap warga, persiapan mengajar, curhat sana sini. 1 kamar lagi adalah khusus anak-anak yang selalu membututi kemanapun, tidak pernah kosong, malah bertambah, ada Zulaikha, Alya, Eva, Yuni, Rusini, Hesti, dan Ilham yang ikut serta sering bermain di rumah dan iseng mengganggu para bocah wanita ketika tidur siang.

Ruang tamu yang menghadap pekarangan menjadi ruang khusus untuk bimbel, mengaji, solat berjamaah, main ‘tipu-tipu’ (sulap) dan tentu senda gurau. Bahagianya adalah tiap malam, tidak berkurang selalu semakin bertambah walau satu anak untuk belajar. Rumah tidak pernah sepi, ada saja keindahan dari tawa mereka, doa-doa sebelum makan-sebelum tidur, doa untuk orangtua, aah tidak hanya itu mereka adalah pemilik suara-suara merdu. Tidak hanya kesamaan kulit yang gelap, para bocah yang selalu penuh semangat itu gemar menyanyi, terlebih Ilham cengkok dangdutnya sungguh pas didendangkan. Suara mereka sungguh menghibur menggantikan mp3 HP, bahkan mp3 tidak menjadi seru kalau ada suara mereka.

Memang kehangatan pelukan ibu dan bapak tidak akan tergantikan, selalu rindu  kecupan terakhir di rindam sehari sebelum keberangkatan. Kasih sayang yang tak bisa langsung dapat dirasakan, bisa terwakli dari penduduk Beo. Hati, menjadikanya indah jika bisa berdamai baik denganya, maka semua tempat yang dipijaki kemanapun selalu menjadi rumah.

Beo-Raja Ampat-Papua

Anak anak masih berisik

Kamis, 3 September 2015

0 komentar:

Posting Komentar

Anis Sofia © 2016