Minggu, 09 Maret 2014

Kakak udah solat isya.
Nggak usah dibangunin ya Dillaa chibi!! :D.
Ngantuk berat nih!
Sebuah note dari kertas robekan tertempel di lemarinya. Sudah tiga malam kakak seperti ini, tidur lebih awal. Ketika membuka pintu depan, kebiasannya lupa mengunci pintu. Lagian, rumah ini tidak begitu memesona. Putih tembok, itu bertahun yang lalu dan kini? Sepertinya sudah berganti warna menjadi abu-abu. 

Di gubug reod ini pun tak ada harta berharga. Emas? Ah ada anting tapi itu sudah 3 tahun yang lalu sebagai tambahan aku untuk beaya masuk kuliah. Uang? Kakak dan aku sudah membiasakan menabung, tabungan yang di bank walaupun masih sangat sedikit. Hmm, tapi rasanya sulit untuk menumpuk uang berjuta-juta, selalu saja terpakai. Tapi hebatnya, kecukupan selalu menamani hari kakak dan aku. Apakah ini yang sering disebut kakak sebagai keberkahan?

“Ah, kakak.. udah tidur aja, nggak asik nih! Efek kerja lembur nyambi poto copy ya ka? Maafin Dilla ya ka! Masih saja merepotkan. Belum bisa jadi adik yang baik. Dilla pulang malam begini, juga buat nambah-nambah biaya wisuda nanti ka. Tadi anaknya minta diajarin matematika, ya udah Dilla keasyikan” berbicara pada badan yang sudah berselimut memang aneh, tapi ada rasa kepuasan. Lega, damai. Menatap dinding sudah menunjukkan pukul 21.30 WIB.

Ka, dengarkan ceritaku ya ka… ucapku dalam hati.
Aku tak peduli kakak mau dengar atau tidak. Wajah teduh kakak dengan mata yang terpejam saat ini seolah bicara pada mataku ka ‘iya’, semoga suaraku tidak mengganggumu ya ka? Anggap saja aku sedang belajar mendongeng ka. Yang nyenyak ya ka!

“Hmm” aku mencoba menarik nafas. Dari sekian udara yang tersedia di bumi. Udara di kamar kakalah yang membuatku merasa segar.
“Ka. Aku hanya mampu menyiapkanya dengan baik, meraih gelar S.si dengan baik. Ya aku tidak mau memberatkan kakak dengan biaya wisuda yang segunung itu. Sekarang aku sering mengajar bimbel anak-anak komplek ka. Oh iya, aku masih ingat kakak bilang kalau Kuasa melihat dari proseskan ka? Maka, bagaimanapun akan aku selesaikan amanah itu dengan baik, dan mendapat cinta-Nya. Ka, empat hari yang lalu aku getol ke kampus. Padahal di KRS ku sudah tidak ada mata kuliah ka, kakak tahu hal ini. Lantas ngapain? Aku harus memenuhi syarat untuk sempro ka. Harus ada minimal 10 tanda tangan dari dosen penguji kalau aku sudah menyaksikan proses sempro teman. Aku baru dapat 4 ka! Masih lama ya ka?
Ah tapi. Sampai saat ini aku masih terombang-ambing mengenai dospemku ka. SK ku masih saja belum turun ka. Ya, ini mengisi masa penantianku saja ka! Aku sangat menikmati dilandasi rasa ngiri sama beberapa temanku yang sudah sempro? Nyeseuk ka… hmm tapi tenang aja ka, ini sebagai motivasi buatku lebih baik.
Bukan sekedar tanda tangan dosen penguji yang aku dapatkan ka! Lebih dari itu. Aku banyak mendapat kisah, hikmah dalam sempro teman-temanku ka. Akupun bersyukur menjadi saksi ke 20 temanku sempro ka.
Kakak tahu kan sempro itu apa? Seminar proposal ka!
Ada temanku Pasha, dia kawan seperjuanganku magang ka. Dia sudah start duluan ka. Ahhhh, ngiri. Tapi apakah efek lelah dari dosen penguji. Dia mendapat pertanyaan yang berbeda dari kawanku yang semula. Bukan mengenai proposalnya ka.
Apa rasanya setelah seminar proposal ini?’
‘Apakah kau bangga dengan gelar S.si?”
‘Apa yang engkau berikan Pasha untuk kampungmu? Mau jadi apa kau disana?’
‘Apa kau siap menerima gelar S.si?
‘Apakah kau tak merasa sedih dengan perjuangan orangtuamu, membiayaimu dan jika saya katakan sempromu gagal? bagaimana?’
Jika yang kawanku Azka, Rina, ditanya dengan latar belakang, metode penelitian. Si jangkung Pasha mendapat pertanyaan yang membuatku ikut merinding ka. Pertanyaan dosen penguji menyadarkanku ka. Bahkan ada beberapa peserta yang nonton sempr nangis ka. Entahlah? Apa mereka terlalu menghayati? Atau cengeng?
Ada lagi dengan kawanku yang berbeda kelas, Risa. Ini kejadian sehari setalah Pasha itu ka. Berbeda dengan Pasha tentunya. Pemilik rambut keriting itu hanya ditanya tentang sekelumit keaslian proposalnnya ka. Mulai daftar pustaka, kata-kata yang dicantumkan dalam setiap ketikannya di proposal.
Perhatikan ya ka ‘sekarang kau tunjukan, kutipan dari Prof. ini… iniiii…’ ah intinya gitu ka sambil dosenya membuka lembarab proposalnya dan menatapnya tajam seperti mata elang. Bentar-bentar dosen penguji berjanggut itu nanya ‘tunjukan halaman ini!’ ‘mana bukunya?’ ‘bukti wawancara?’ ‘tanggal berapa wawancara?’
Dan ka. Aku mengelus dada, kawanku itu tidak membawa buku sama sekali, lupa tanggal, tidak menunjukan bukti wawancara ka. Entahlah ka, apa sebenarnya yang terjadi padanya? Seolah itu hanya mentah.
 ‘Skripsi bukan tujuan. Skripsi adalah proses bertanggung jawab’ keluarlah ucapan dari dosen berkemeja putih itu ka.
Risa gagal, dan harus mengulang. Kini aku paham ka, semakin paham.
Hoaam, aku jadi mengantuk ya ka.
Selamat tidur ka! Aku menyusul semoga bertemu di mimpi yang sama!”
Aku merapihkan selimutnya yang mulai tak karuan, dan jemari kaki menuju keluar kamar. Mengambil segelas air putih, dan siap menuju kamar tercintaku. Dan lampu padam, hanya cahaya teras yang mengintip pada jendela.

Serang, 5 Maret 2014
Hening dan Terjaga ;))



0 komentar:

Posting Komentar

Anis Sofia © 2016