Rabu, 12 Maret 2014


Alam selalu menjadi latar yang indah dalam setiap pertemuan. Terlebih suatu puncak gunung, karena menuju sana tidaklah mudah. Butuh latihan olah fisik, latihan olah lisan (read: izin), menebalkan uang. Begitupun pada saat kaki mulai menepaki daerah pegunungan, hidung yang disambut udara segar, matahari yang bersinar ramah, burung yang merdu berkicau, awan putih berarakan, seolah semesta
mendukung untuk melakukan perjalanan.

Aku adalah anak kemarin senja yang jatuh cinta pada tas carier, sandal gunung dan tetek bengek perlengkapan mahal itu. Hanya sesosok manusia yang hanya mampu mengiler-ria ketika menjumpai sahabat sedang memasang senyum dan ciiiisss di poto yang mereka upload. Gunung ternama juga indah sudah beberapa kawanku tapaki. Sedangkan aku? Hanyalah gunung Anak Krakatau, dan pulau yang berada menemaninya juga beberapa gunung di sekitar tempatku berada, Gn. Pulosari, gn. (lupa namanya T.T).

Jika ditawari untuk menuju gunung ternama di Indonesia, selalu ada kata mau. Tapi takdir rasanya belum jatuh pada kedua telapak tanganku. Masih terkendala dengan izin yang susah. Masih terhambat ketika ajakan itu datang tapi uang tak bersahabat, kosong.

Mengenai izin, kadang aku iri pada kaum adam yang bisa membolang sesuka hati mereka. Sedangkan perempuan, para orangtua selalu berubah menjadi mahluk yang posesif, ya bagaimanapun aku paham mengapa orangtua selalu sulit berkata iya untuk para gadis mereka yang berniat mendaki gunung. Dan semoga ketika alam akan mempertemukan kita, tiket izin sudah ada dikantong sehingga bisa leluasa kemanapun kaki melangkah.

Layakkah seorang sepertiku dikatakan pemula? Rasanya pemulapun tidak pantas. Secara sandal gunungpun hilang diapakai orang entah kemana. Tapi, kau bisa pahamkan akan raut wajah ku yang begitu aneh ketika menjumpai poto-poto para pendaki, termasuk dirimu disana, dan seketika aku tak menahan ke-iri-an ini dan guling-guling tak karuan.

“Alam menjadi tempat yang mematikan” ucap salah satu sahabat kita. Dari sanalah aku paham  artinya, bagaimana kita harus saling menyayangi, menjaga. Ketika berangkat bersama, pulangpun harus bersama. Karena alam selalu memberikan kejutan, seperti kehidupan ini yang penuh dengan rasa. Ada manis, asin, pahit, asam, gurih. Itulah kehidupan dan gunung satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Bagaimana gambaran kehidupan ada pada perjalanan kita menuju sana, pahit, getir untuk mencapai puncak, seperti sedang menyeselaikan masalah yang semeraut. Ketika mencapai puncak, ada keindahan layaknya bahagia dapat mampu menyelesaikan masalah. Ah semoga… (dan kemudian terbata bata)

Semoga bisa ceceriaan di puncak bersama :))
Dan bisa bernasis bersama :D
Serang,  Kamis 13 Maret 2014
*Quote nemu di FB :D 
09.16 WIB

Banten dan kemudian Pekalongan (semoga)

5 komentar:

  1. Kaum adam ngga selalu bisa membolang sesuka hati, kok. Kadang justru dipingit buat jaga... Jadi ngerelain momen ngebolang utk memenuhi tanggung jawab.

    BalasHapus
    Balasan
    1. karene pekerjaan ya ka? oalaah, tapi kayanya kalau izin ke orangtua lebih mudah *sok tahu

      Hapus
    2. Justru sebelum ijin, keluarga bilang: "Titip. Jagain Mamah ya!"

      Hapus
    3. justru sebelum ijin, keduluan dibilangin keluarga: "Titip ibu, jagain ya!"

      Hapus

Anis Sofia © 2016