Senin, 10 Maret 2014


“Serang saja angkot Serang!”

Angkot Serang bagiku adalah perkawinan gaya taxi dan metromini. ‘Ke Pocis?’  ‘ya’ dengan baiknya angkot berwarna biru itu meluncur dengan empat rodanya mengikuti apa permintaan dari penumpang, itu kalau beruntung seperti taxi meminta ke daerah a,b,c hingga z pasti dituruti. Kalau buntung?  Siap-siaplah menahan amarah. Kau bisa diturunkan dimanapun yang supir angkot inginkan. Jika kau adalah adalah kaum homogeny arah tujuan siap-siap kau akan diturunkan di daeran sopir angkot yang dia mau, belum lagi ngetem yang membuatmu harus mencampur batin ikhlas dan sabar.


“Hai, kau jas dongker! Pahamlah maksud aku?” Ada apalah dengan sahabatku mahasiswa Bogor ini. Mengantuk kah? Atau memang sedang asik membaca buku.

Di akhir bulan November, saat itu aku baru saja selesai menajaga etalase jamur crispy. Setelah menunaikan solat ashra, aku harus bergegas menuju Cipocok tempat dimana dua sepasang anak lelaki dan perempuan yang masih menggunakan merah-putih akan menungguku untuk mendapat materi bahasa Inggris. Tentu aku tidak ingin mengecewakannya bukan? Aku adalah calon guru yang tidak boleh bergelar ecek-ecek.

‘’Warjok pak?”

Seperti biasa supir menggangguk dengan pasti. Arlojiku menunjukan waktu 15.30, aku memiliki setengah jam lagi untuk sampai di tempat tujuan. Dengan jarak waktu 15 menit ini tentu lebih cepat, namun aku sudah mempredeksi perkawinan taxi dan metromini ini.

Dia terus melaju setelah lampu merah yang berada setelah kampus IAIN, aku mulai curiga. Mengapa angkot in tidak langsung berbelok kea rah kiri. ‘Oh OMG…, apa yang saya bilang?’ si biru ini membawa saya lurus ke jalan berikutnya, hingga berhentilan oleh si lampu merah dan beberapa hitungan detik kemudian angkot mengitari pasar royal, pocis. Belum lagi ngetam yang tak karuan. Waktuku ohh waktuku menunjukan 10 menit lagi menuju pukul 16.00.

“Kirrrrriiiiii pak!” kepalaku jika di dalam film Naruto, sudah pasti kepalaku ini mengebul, berwarna merah, mengeluarkan api dari mulut.

“Eh neng, ongkosnya?” uang yang hanya lima ribu di saku harus dikeluarkan. Sungguh kejam memang angkot Serang ini, harusnya jika memang tidak bisa melayani dengan baik tak usah meminta di bayar.

“Oke, fine pak” gerutuku dalam hati.

“Oh Tuhannn, jika harus ku memilih datangkanlah super hero, kstaria berkuda, atau pintu ajaib doraemon, baling-baling bambupun tak apa, pliees ya Tuhan jangan pertemukan aku dengan supir angkot” menyusuri trotoar jalan dan tak mempedulikan rayuan genit sopir yang memintaku untuk menjadi penumpangnya.
16.55.

“Tidaaak, lima menit lagi” cemas dan udara dan kekesalanku semakin memanas.

“Warjokk neng?”

Berjodohlah aku dengan si angkot itu ‘mengapa tak ada kesatria berkuda seperti di film romantis’ .

“Mau kemana neng?”

“Cipocok pak” jawabku singkat, cemas pula dengan jarum jamku ini yang tak pernah mati, dia semakin memutar dengan lincah. 16.00

“Ah, bapak juga kesana. Kalau gitu, tak usah turun naik mobil kuning neng”

“Realy?” hatiku senang tak karuan, mataku berbinar dengan indah.

“Mau ngapain neng? Masih kuliah ya? “ ternyata bapak berkumis ini sangat K E P O juga.

“Iya bapak, saya masih kuliah semester 3. Mau ngajar pak, ke komplek apa tuh yang dekat hot fm”

“Oh puri hijau ya? Bapak juga punya anak 3 neng. Alhamdulillah tiga-tiganya kuliah juga”

“Oh gitu pak” jawabku tidak bersemangat.

“Iya, sekarang semester 8 mahasiswa FISIP untirta, satu lagi mahasiswa tehnik. Yang FISIP itu sambil kerja neng”

Hai sadar Doli! Ini bapak seorang supir dua anaknya berhasil kuliah!

“Ah untirta pak? Saya juga untirta?”

“Dia non regular neng”

“Saya juga pak… “ mungkin saya berjodoh dengan anak bapak ya.

“Dia perempuan neng, neng berarti kalau siangnya ngapain?”
Oh tidak masa jeruk-makan jeruk.

“Ya begini pak, saya setiap pagi sampai jam tiga sore jagain jamur crispy gitu. Sorenya ngajar di puri hijau pak, nanti jam setengah delapan malamnya kuliah sambil jualan snack kriuk pak”

“Wah rajin ya neng, anak bapak juga sibuk jualan gitu. Nggak malu juga”
Angkot berbelok menuju gerbang puri hijau, dan memasuki komplek gersang itu.

“Eh kok kesini pak?”

“Iya, saya juga rumahnya di sini neng…”

“Orangtua selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya neng. Bapak seorang supir angkot, tapi bapak nggak mau kalau anak-anak bapak merasakan hidup sebagai seorang supir. Cukup bapak aja! Bapak ingin lihat anak-anak bapak lebih hebat dari bapak neng..” ucap pak sopir berkemeja putih itu.
Ah Tuhan, apakah ini kesatria berkuda?. Hatiku bergemuruh rasa, seketika wajah orangtua terbayang di depan.

“Berikan yang  terbaik untuk orangtua neng ya. Oh iya turun dimana? Bapak belok”

“Di sini aja pak..”

“Ambil saja uangnya tak usah bayar” ucapnya menolak uang yang telah aku ambil dari kantong rokku.

“Ta..apii pak”

“Ambil saja neng” ucapnya dengan senyumannya yang ramah.

“Makasih pak… “

16.15 pukul itu memisahkan aku dengan pak sopir yang sampai saat ini entahlah siapa namanya. Jika ada SUPIR ANGKOT SERANG AWARDS, saya akan berikan dia adalah SUPIR ANGKOT SESERANG YANG MENGINSPIRASI!

“Eh loe, anak Bogor? Denger nggak? Hati-hati ya kalau main ke Serang” ucapku pada Rima

“Doliiii…” peluknya padaku, mungkin dia terharu.

Serang, 11 Maret 2014
10.44

0 komentar:

Posting Komentar

Anis Sofia © 2016