“Salah
kamu! Suruh siapa mengajukan judul, sedangkan referensiya belum dapat dan
dipahami! Nah itu kesalahan kamu! Hah! Pokoknya saya tidak tahu menahu, dosen
verifikasi bilang apa kek! Judul yang kamu ajukan dulu itu, harus lanjut! Percuma
dong kemarin! Buang waktu-waktu saya saja!”
Terbayang
sudah pasti dirimu disana bagaikan di sambar geledek, kepalamu ingin meledak,
badan hangus, dan terlebih kelopak matamu yang imut itu pasti sedang mencoba
membendung kumpulan air yang tak tertahankan jatuh ke pipi ya kan dik? Masih
tetap setia mendengarkanmu dik.
“Kakak
tahu kan saya begitu ekpresif? Saya mencoba tegar di dalam ruangan laboratorium
komputer itu, seketika membuka daun pintu…uu..”
“..
dan pelukan Rosa seketika datang, dan menenangkan..”
Ah,
Dilla adikku sayang. Hari ini dan selamanya selalu menjadi berwarna ada kamu
dik. Jemari ini tak lelah dan merasa indah bisa membelai mu dengan penuh kasih
ini, ya walau tidak pernah henti dan bosannya kau bercerita, menggeretu
kehidupanmu di luar sana dik. Sebegitu penatnya kampus dik? Ah kakakmu ini
hanya lulusan SMK yang sekarang mencari rezeki dari peluh yang saban hari setia
menjaga toko buku di sudut terminal sana.
Dan
hari-hariku pun tak pernah lepas dari suaramu yang sungguh memekkan telinga,
berteriak sesuka hati, lupa menaruh barang. Padahal kini usiamu sudah berkepala
dua, tetap sisi kekanakkanmu masih saja
nampak. Itulah keunikkanmu, sayang. Di sisi lain kau sungguh mendewasa, ya
hanya orang terdekat saja yang bisa merasakan itu selebihnya banyak yang
menganggap kau bagaikan kertas putih tanpa corak.
Kertas,
ya setiap kau pergi sebelum matahari terbit, aku diam-diam memasuki kamarmu. Tumpukkan
kertas itu. Kertas pengajuan judul-judulmu kini sudah lebih dari 30 lembar,
sungguh mengenaskan. Kau harus mati-matian menunggu dosen seharian, berfokus
pada buku referensimu, kau belajar dari setiap pengalamanmu dik, bagaimana
mengolah komunikasi dengan dosenmu itu, kau harus rela bergadang. Lebih mengenaskanya
lagi, kau kini kurus tidak seperti dulu yang dari jauh tampak kasur sedang
berjalan. Hanya satu, pipimu itu tidak pernah tirus dik, entahlah apakah itu
warisan dari almarhumah mamah? Pipimu selalu mengingatkan pada mamah dik.
“Kak,
saya nangis setelah buka pintu itu! Bodo amat deh, banyak orang keheranan
ngelihat mata saya yang makin sipit, bahkan nggak kelihatan bola matanya lagi! Saya
cuman ingin segera melunaskan tugas saya kak. Saya ingin segera dapat S.si
kak.. kak…”
Teruslah
menangis dik, jika itu menanagkan. Bukankah akan ada senyuman setelah tangisan
berkepanjanganmu itu. Segeralah! Kaka rindu senyuman mu itu dik.
“Dilla,
sayang kakak. Dilla, nggak mau lihat kakak harus bergadang semalaman
menyelesaikan tulisan-tulisan untuk dikirim di Koran, dan paginya kakak mulai
sibuk menjaga toko hingga malam lagi!”
“Kak,
maaf jika ini memberatkan kakak!”
Nangismu
sungguh memilukkan dik. Selalu saja menyayat hati, permasalahan yang sungguh
rumit. Rumit bagi seorang yang miskin
ilmu perkuliahan.
“Jika,
dengan mudahnya temanmu mengajukan judul kemudian mulai mendapatkan SKnya,
sedangkan dirimu harus terhambat dengan salah satu dosen PA mu yang sungguh
saklek itu, tandanya kau harus lebih giat lagi. Dilla, hidup itu memang
berproses. Dan, Allah sangat menilai proses. Biarkan jika temanmu sibuk mencari
orang bayaran untuk pembuatan skripsi dangan uang berjuta-juta. Dan kawanmu yang
curang itu lebih gesit dan mendapatkan gelar. Itu adalah suatu musibah dan
pekerjaan yang sungguh menghinakan. Pemenang sejatinya itu kamu dik! Maafkan kakak,
seharusnya tahun demi tahun kau harus fokus belajar di dunia perkuliahan. Tapi kau
harus bergelut dengan waktu, tenaga, pikiran. Kau harus berjualan gorengan ke
kampus, menentengnya tanpa malu. Ah adik, maafkan kakak…”
“Mengenai
judul yang tak kunjung dapat persetujuan, itu adalah ujian kehidupanmu dik. Ujian
kesabaran, keikhlasan, menahan amarah, itu ujian yang tak berijazah tapi
sungguh indah jika bisa melaluinya dik. Maka tetaplah bersamangat, kakak pasti
akan kuat jika selalu melihat senyum manismu itu. Dan kakak sangat percaya
kelulusanmu sudah tertulis oleh Nya, entah lulus dalam waktu yang dekat atau
lama sekalipun. Satu permohonan kakak, semuanya harus dengan penuh untuk
mencapai keberkahannya ya dik!”
“Kakak
tidak menuntutmu untuk lulus dengan cepat dik. Apakah artinya gelar tanpa
pemahaman ilmu? Toh, kampus sejatinya untuk menuntut ilmu kan dik? Bukan mencetak
pekerja, itu yang kakak pahami. Ah, tapi rasanya sekarang sudah banyak
perubahan itu ya, tidak sedikit teman kakak yang sibuk menyelesaikan kuliahnya
kemudian bingung mau jadi apa? Mau kerja dimana? Sebaikanya manusia adalah yang
bermanfaat bagi sekelililingnya. Di sela kesibukanmu kuliah, berjualan gorengan juga nasi, kau masih bisa
berorganisasi, terlebih kau berada di jabatan tertinggi di organisasimu kan? Hebatnya
adik kakak ini masih bisa membagi waktu. Teruslah bermanfaat! Teruslah menginspirasi
banyak orang, melalui sikapmu, tenagamu tulisan-tulisanmu juga dik. Lebih baik
kau bermanfaat bagi orang lain daripada segera menyelesaikan tugas akhirmu eh
tapi kamu malah menyia-nyiakan amanah, mendzalimi orang lain dengan tidak
berproduktifnya, tidak bermanfaatnya kamu berada di posisi itu. Tapi itu indah
jika berjalan dengan seimbang dik..”
“Dik..”
“Dik…”
“Dilla…”
Dasar
bocah, padahal kakakmu ini sedang tidak mendongeng. Seperti biasa kau tertidur
dengan mata yang sembab di pangkuan kakakmu yang berlapis sarung using ini.
“Selamaat tidur dik. Kakak rindu
senyuman manismu itu..”
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Selasa, 7 Januari 2014
Kamar menyendiri -_-"
dan kerinduan yang nyataaa hooo
0 komentar:
Posting Komentar