Kamis, 30 Mei 2013



          Sediamnya diri dalam keheningan, waktu akan selalu berputar. Detak detik jarum jam tidak akan pernah berhenti. Hingga tidak sadar berada di kepala dua. Begitu banyak hal yang harus dipersiapkan secara matang.
          Menjadi dewasa adalah sebuah takdir. Tidak bisa dihindari, atau dilupakan. Perlu kesabaran dalam meraih mimpi-mimpi yang ditargetkan menuju masa dewasa. Dahulu adalah bocah ingusan, sekarang di usia berpuluh harus bisa menjadikan peluh sebagai bahan bakar pertahanan hidup.
          Mandiri dalam finansialpun harus bisa dijadikan patokan targetan hidup. Tidak meminta uang kepada orangtua, bermanja-manja minta dibelikan ini itu, mengemis dibelikan pulsa dan masih banyak segala tindakan anak kecil. Tidak mudah memang, karena itu adalah proses kehidupan.
          Menjadi pengajar adalah kemulian bukan hanya sekedar pilihan semata. Bagaimana bisa memberikan inspirasi dan menanamkan segala ilmu untuk mencerdaskan anak-anak sang harapan bangsa. Terlebih jika ada bayaran setiap peluh tentu bisa dijadikan tambahan dalam kebutuhan hidup sehari-hari.
          Begitupun dengan aku, dalam kebimbangan usia yang semakin bertambah. Hati dilanda resah gelisah tak karuan, tersadar belum dapat makan dengan hasil peluh sendiri. Hingga menghatarkan niat untuk tanpa ragu menaruh amplop cokelat besar berisikan surat lamaran, cv, transkip nilai, poto 2x3 diberikan pada sosok gadis dengan rambut terurai panjang dengan senyuman manisnya. Ku lakukan sesuai instruksi dari “guru kehidupanku”, Maha Kuasa telah menjatuhkannya di atas bumi ini dan kebaiakan Sang Pencipta datang melaluinya, guru kehidupan. Kebingungan yang ada terasa berkurang melalui arahan-arahanya yang tepat dan detail.
          Kebaiakannya tidak hanya sampai memberikan instruksi menaruh amplop. Masih ada kebaikan yang selalu mengisi di Rumah Baru. Rumah Baru yang memiliki begitu banyak misterius. Bangunan yang begitu kokoh dan gagah, penghuninyapun adalah orang-orang pilihan. Sependengaran ku dari cerita teman-teman, hanya orang cerdas, yang dapat menjadikan bagian dari Rumah Baru. Pantaskah diri ini menjadi bagian dari Rumah Baru?
          Sungguh misterius, setelah amplo itu berada di Rumah Baru. Hanya ada kata menunggu yang mampu kulakukan. Menunggu telepon genggam ini mengeluarkan nada klasiknya sambil ada suara dibaliknya mengenai panggilan untuk mengikuti tahap selanjutnya. Berharap penuh, doa itulah yang mampu kulakukan.
          Pantaskah?
To be continued..
Kamis, 30 Mei 2013|21.01 WIB
Dalam keheningan, bertemankan lantunan tilawah. Sudut daru irfan, Serang.

         
          

2 komentar:

  1. "Rumah", sebuah istilah yg masih sulit saya artikan. bahkan hingga saat ini... lanjut, gan! :)

    BalasHapus
  2. heu akibat tugas kuliah...
    ide saya hilang entah kemana, dan kebingungan mau ngelanjutnya lagi ka heu heu

    BalasHapus

Anis Sofia © 2016