Sediamnya diri
dalam keheningan, waktu akan selalu berputar. Detak detik jarum jam tidak akan
pernah berhenti. Hingga tidak sadar berada di kepala dua. Begitu banyak hal
yang harus dipersiapkan secara matang.
Menjadi dewasa adalah sebuah takdir.
Tidak bisa dihindari, atau dilupakan. Perlu kesabaran dalam meraih mimpi-mimpi
yang ditargetkan menuju masa dewasa. Dahulu adalah bocah ingusan, sekarang di usia
berpuluh harus bisa menjadikan peluh sebagai bahan bakar pertahanan hidup.
Mandiri dalam finansialpun harus bisa
dijadikan patokan targetan hidup. Tidak meminta uang kepada orangtua,
bermanja-manja minta dibelikan ini itu, mengemis dibelikan pulsa dan masih
banyak segala tindakan anak kecil. Tidak mudah memang, karena itu adalah proses
kehidupan.
Menjadi pengajar adalah kemulian bukan
hanya sekedar pilihan semata. Bagaimana bisa memberikan inspirasi dan
menanamkan segala ilmu untuk mencerdaskan anak-anak sang harapan bangsa. Terlebih
jika ada bayaran setiap peluh tentu bisa dijadikan tambahan dalam kebutuhan
hidup sehari-hari.
Begitupun dengan aku, dalam
kebimbangan usia yang semakin bertambah. Hati dilanda resah gelisah tak karuan,
tersadar belum dapat makan dengan hasil peluh sendiri. Hingga menghatarkan niat
untuk tanpa ragu menaruh amplop cokelat besar berisikan surat lamaran, cv,
transkip nilai, poto 2x3 diberikan pada sosok gadis dengan rambut terurai
panjang dengan senyuman manisnya. Ku lakukan sesuai instruksi dari “guru
kehidupanku”, Maha Kuasa telah menjatuhkannya di atas bumi ini dan kebaiakan
Sang Pencipta datang melaluinya, guru kehidupan. Kebingungan yang ada terasa
berkurang melalui arahan-arahanya yang tepat dan detail.
Kebaiakannya tidak hanya sampai
memberikan instruksi menaruh amplop. Masih ada kebaikan yang selalu mengisi di
Rumah Baru. Rumah Baru yang memiliki begitu banyak misterius. Bangunan yang
begitu kokoh dan gagah, penghuninyapun adalah orang-orang pilihan.
Sependengaran ku dari cerita teman-teman, hanya orang cerdas, yang dapat
menjadikan bagian dari Rumah Baru. Pantaskah diri ini menjadi bagian dari Rumah
Baru?
Sungguh misterius, setelah amplo itu
berada di Rumah Baru. Hanya ada kata menunggu yang mampu kulakukan. Menunggu
telepon genggam ini mengeluarkan nada klasiknya sambil ada suara dibaliknya
mengenai panggilan untuk mengikuti tahap selanjutnya. Berharap penuh, doa
itulah yang mampu kulakukan.
Pantaskah?
To
be continued..
Kamis,
30 Mei 2013|21.01 WIB
Dalam
keheningan, bertemankan lantunan tilawah. Sudut daru irfan, Serang.
"Rumah", sebuah istilah yg masih sulit saya artikan. bahkan hingga saat ini... lanjut, gan! :)
BalasHapusheu akibat tugas kuliah...
BalasHapuside saya hilang entah kemana, dan kebingungan mau ngelanjutnya lagi ka heu heu