Setiap
halte selalu dipenuhi oleh mereka yang menunggu setia kedatangan si Kuning.
Beberapa menit saja, bis itu sudah datang di hadapan wajah kami. Satu persatu
mulai menaiki bikun. Semua duduk rapih. Posisi duduk diatur saling berhadapan, rasanya
posisii duduk ini bertujuan untuk saling mempererat rasa kekeluargaan
masyarakatnya. Betapa tidak? Begitu megah kampus ini, terdapat jutaan mahasiswa
di dalamnya, dan dapat dipastikan bagi mereka yang tidak ikut organisasi tidak
akan saling mengenal satu sama lainnya.
“Terima
kasih pak” ucap pria berkemeja hitam, dan mulai turun dari bikun.
"Bapak,
makasih!” ucap perempuan dengan gigi behelnya.
Terimakasih,
terimakasih, terimakasih. Selalu ku dengarkan dengan tulus dari mahasiswa yang
telah menikmati jasa bikun. Semua tidak lepas mengucap kata-kata yang sudah
sebagian orang melupakannya. Mempesona! Itulah yang membuat mata ini tidak lelah
menatap kejadian yang sudah lama tidak aku temukan di Jakarta yang katanya
lebih kejam dari ibu tiri.
Terimakasih,
akan selalu menjadi ungkapan huruf indah bagi mereka yang selalu mengucapkan
dengan tulus. Terimakasih pun akan menghilang jika rasa saling menghargai
berkurang, dan sifat individualis semakin meningkat.
Kelelahan, keletihan bisa terobatai dengan 11
huruf ajaib itu, ukiran rautan wajah yang kaku akan berubah menjadi ukiran
indah. Siapapun akan merasa senang mandapat ucapan “terimakasih…” lantas sudahkah
hari ini berterimakasih?
0 komentar:
Posting Komentar