Kamis, 03 Mei 2012


Bersama Malam
“Kring. Kringggg”
Raga bangun dari  tidur nan lelap.
“Astagfirullah….! De, de.. dea bangun!” ucapku kaget sambil menggoyongkan tubuhnya yang masih diselimuti kain.
“Masih ngantuk!” jawabnya dengan tegas
“Pupus sudah harapan kita!” air mata ini jatuh membasahi pipi
“Maksudnya?” tanyanya dengan muka penuh keheranan.
“Jam 6”
Sahabatku ikut menangis. Bagaimana tidak? Dia cinta mati dengan UI (Universitas Indonesia). Aku tidak salah menilai, buktinya background tampilan laptopnya mahasiswa penerima beasiswa aktivis mahasiswa UI, musik yang selalu diputarkannya UI, dan selalu mengucapkan “Pengen pakai almamater kuning”.
“Nggak ke UI, hik hikss,” tangisnya kencang sambil memukul kasur.
“Kenapa bisa telat, hik hiks” tangisnya tak berhenti-henti.
Mencoba menenangkanyalah yang ku bisa lakukan saat itu.
Aku menangis bukan karena rencana tidak kesampaian, tapi aku yakin bahwa jilbaber satu ini pasti akan menangis mengharu biru. Dan ternyata benar. Kamar yang dekat ruang tamupun ramai akan tangisannya.
“De, kamu kenapa? Ayah berangkat kerja ya!” tanya ayahnya dengan suaranya yang semakin menunjukan bahwa posisi berada jauh.
“Servis panci bolong bu! Servis! Servis! Barang-barang apapun bisa di servis!” teriak penjaja jasa, suaranya mirip dengan ayah Dea.
“Ckrkk” ku buka pintu dan ku mengintip.
“Benar!” dugaan ku benar.
“Itu ayahmu dea?” tanya ku dengan terkejut.
Tangan kanan ini kembali menggoyangkan tubuhnya yang sejak tadi hanya diam.
“Apa? Oh, dah jam 4 ya?” tanyanya sambil melirik jam di handphone nexianya.
“Jam 4” segera mencubit pipi chubby
“Ayah dea kerja tukang servis panci?” tanyaku setengah sadar.
“Bukan! Pekerja dinas intansilah, huamm” jawab nya bergegas menuju kamar mandi.
“Oh Alhamdulillah, tadi hanya mimpi!” ucapku syukurku dalam hati.
*~*~*
Cukuplah sudah pengalaman yang membuat jantung copot ini berakhir di bulan desember, sungguh tak ingin terulang kembali. Masa-masa yang membuat teman-teman satu kelas ku dibuat khawatir karena keterlambatan ku untuk berangkat ke Saung Mang Udjo, karena aku, perjalanan yang seharusnya dimulai pukul 04.00 dini hari harus mengulur selama dua jam, sungguh tidak ada niat sedikit pun.
“Ada satu hal yang aku takuti” ucapku dengan serius
“Apa itu nis?” tanya Dea tak kalah bertampang serius
“Hmmm, takut jika kita sudah semaksimal hari ini, besok bangun jam 6”
“Hahahaaa. Emangnya kamu!, nggak lah! Insya allah!” tawa Dea dengan lepas.
30 Januari adalah hari yang kami tunggu, bedah buku “Belajar Merawat Indonesia” acara tersebut geratis dan seratus pendatang pertama mendapatkan bukunya, siapa yang tidak ngiler? GERATIS!. Moment yang sangat tepat setelah berperang melawan ganasnya soal-soal UAS kini saatnya untuk memberikan reward kepada diri ini, karena badan pun punya hak.
Malam kian larut, ku melirik ke samping ternyata sahabat ku sudah tertidur pulas. Lantas, aku hanya diam, merasakan suara heningnya malam.
“Tik, tok..” suara jam dinding yang menemani aku dengan keheningan malam.
“Huaaam” tangan kanan segera menutup mulut ku yang mengup.
Mata menuntut haknya untuk dipejamkan. Tangan ini segera mencari handphone memastikan alarm sudah dipasang pukul 03.00. rasa takut setengah mati itu mengantarkan aku pada mimpi buruk, dan keburukan mimpi itu memberikan kebahagian kareabn membuat ku terbangun pukul 040.00. melalui mimpi aku bisa banging lebih awal, bisa dibayangkan jika sat itu tidak ada mimipi buruk dapat dipastikan terlambat bangun. Bagaimna tidak? Ketika ku banging, dia masih terlelap.
Maka, bertermakasihlah dengan siburuk mimpi itu.

0 komentar:

Posting Komentar

Anis Sofia © 2016