Keriput
sudah nampak jelas dalam rautan wajahnya. Keriputnya tidak memudarkan
kecantikannya. Cantik rupa juga ahlak, selalu menjadi tempat curahan hatiku, di
kala senang, sedih dia selalu ada, mengajariku banyak hal dia lah teman juga
sahabat itu adalah ibu.
“Banyak
kasus terjadi, hanya bertahan lima tahun!” ucap dokter ahli bedah.
Air
mata ini mulai membahasi mata, wajah aku pucat pasi. Banyak fakta berbicara
tentang penyakitnya yang begitu buas hingga mungkin ibu akan dimakan ganas oleh
penyakitnya selama lima tahun. Ucapan dokter selalu membayangiku, aku akan
merindukan masa-masa dimana ibu membelai ku dengan lembut, memberikan kehangatan
dalam dekapan kasih sayang, rindu ketika bertukar pakaian, bercanda bersamanya,
banyak hal yan nanti tidak akan aku rasakan jika ibu mulai mengehembuskan nafas
terakhirnya.
Breast
Cancer adalah suatu mimpi yang tidak pernah diharapkan oleh ku, adik, ayah
bahkan ibu yang tegar. “Takdir ditentukan oleh Sang Maha Kuasa” semua perkataan
dokter aku buang jauh-jauh, toh hanya Allah yang mengetahui kapan ibu ku
menghadap-Nya.
Aku
semakin tegar, karena ibu sedang sakit sangatlah kuat. Tidak nampak sedikit pun
mimik sedih dalam wajahnya. Kesehariannya saja dipenuhi dengan semangat, juga
kegiatan positif, tidak ada satu celah dalam gerakanya yang menunjukan bahwa
wanita hero ku ini sedang bergulat dengan rasa sakitnya. Hebat. Ibu
bagaikan artis papan atas, yang mampu menunjukan senyuman kebahagian juga
ketegaran dalam keadaan melawan kesakitannya.
Menjadi
anak shalihah, pemuda yang berprestasi, teladan bagi adik-adik adalah sebagian
kecil janji ku untuk ibunda tercinta. Aku tidak ingin sedikitpun membuatnya
marah, aku selalu ingin tetap melihat senyuman indah darinya. Senyuman itulah
aku belajar akan ketegaran seorang yang menderita penyakit ganas, melalui
ukiran bibir manisnya aku belajar akan ketulusan untuk menggapai jannah-Nya
dengan Rido-Nya. Ibu, ku akan selalu merindukan dirimu dan senyuman ketegaran
itu.
0 komentar:
Posting Komentar