Kamis, 03 November 2016


Ada ruang-ruang hampa di hati. Dia berbisik halus merambat ke sanubari, rindu sebutannya. Lambat, namun dia mampu melumat perasaan. Kerinduan tanpa tahu pertemuan kapan terjadi adalah pesakitan yang merinsek masuk lalu melemahkan, adakah rindu yang bisa melegakkan hati?

Sore ini seperti pagi yang masih tersepuh embun, nada dering panggilan berbunyi nyaring di tengah riuhnya murid-murid berebutan memasuki kelas. Sebuah nomor baru memanggil.

“Assalamu’alaikum! Maaf siapa?” dahiku mengkerut.
“Wa’alaikumussalam, Ilham! Saya Ilham bu!” Ada dentuman dahsyat setelah mendengar suara yang masih sama:  polos dan masih kanak-kanak.
“Ilham? Ilham ko sehatkah, Nak?”
“Iyo bu Alhamdulillah, ibu sehatkah?” tanyanya dengan nada yang malu-malu.
“Iyo sehat! Ko betahkah di MTS? Ilham, e ibu senang apaaa ko ada telepon ibu” wajahku berseri-seri tidak peduli pengajar bimbel lainnya melihat dialegku yang berbeda dari biasanya.
“Iyo ibu, sa sangat betah di MTS. Sa banyak belajar! Ibu terima kasih e!”
Ilham, si galak yang menangis karena Yassin menelponku. Rasanya? Bagaikan mimpi. Seperti ibu yang baru menjumpai anaknya yang sudah terpisahkan hitungan tahun lamanya. Ilham si gagah yang ditakuti karena perangainya yang keras, namun mudah menangis ketika menemukan Yassin miliknya rusak kini sudah sekolah di MTS Kolobo Sorong, berpisah ratusan kilometer, terhalang oleh tanjung, bukit, dan pulau terlebih dengan keluarga dan teman-teman yang dicintainya.

“Sa senang e ibu di sini”
Syukurku tidak henti mendengarnya mengatakan  bahwa dia betah dan senang untuk sekolah berasrama di MTS Kolobo.
“Ibu, ini sa pu nomor Bu. Ibu simpan sa pu nomor e!” Bel masuk memanggil dengan lantang, di penguhujung telepon dia berpesan singkat untuk meminta saya untuk menyimpan nomornya.
Ternyata, ada suara yang mampu mengisi ruang, hingga mampu memejamkan mata sambil mengukir senyum.

0 komentar:

Posting Komentar

Anis Sofia © 2016